ANALISIS SISTEM ORGANISASI PENDIDIKAN TINGGI STUDI KASUS DI SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING JEPANG INDONESIA AMERIKA (STBA JIA) KOTA BEKASI


oleh : Ahmad Kurnia, SPd, MM *



1.   PENDAHULUAN

           Perkembangan dunia pendidikan akhir-akhir ini tidak lepas dari upaya meningkatkan positioning dan diferensiasi dalam penataan organisasi kependidikan sehingga tetap eksis dalam persaingan global. Bahasa asing menempatkan posisi strategis karena sebuah keterampilan masih belum tersentuh oleh masyarakat dengan istilah asing-nya sehingga masyarakat belum mengetahui eksistensi bahasa asing terutama bahasa jepang dan inggeris bila dibandingkan displin ilmu lainnya, Sehingga kesulitan dalam penataan Sistem organisasi pendidikan dengan basis kurikulum bahasa sesuai dengan strategi system yang tepat, unggul dan sesuai dengan kebutuhan lokal yang salah satunya harus sesuai dengan link and match dengan kondisi geografis masyarakatnya. Tentu saja penempatan posisi dalam eksistensi global ini bukan hal yang mudah karena senantiasa akan bertentangan dengan adanya kebijakan, birokrasi,  politisasi pendidikan  dan pelaksanaan otonomisasi daerah yang berimplikasi pada pengelolaan system organisasi pendidikan.
            Yayasan Pendidikan JIA didirikan pada saat Indonesia merayakan Indonesia Emas, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1995. YP JIA didirikan bertujuan membantu bangsa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat dan dalam rangka menghadapi era globalisasi perdagangan dunia (AFTA). Untuk merealisasikan tujuan tersebut, YP JIA telah meluluskan ribuan wisudawan dan telah tersebar diberbagai perusahaan di Indonesia. Pola perkembangan organisasi pendidikan yang berorientasi pada segmen karyawan yang secara demografi sesuai dengan wilayah Bekasi sebagai daerah industry terbesar di Jawa Barat dengan komunitas industry perusahaan jepang yang sangat responsive terhadap peningkatan SDM.
Perkembangannya diawali dari sebuah lembaga kursus yang mengalami perkembangan pesat menjadi akademi bahasa asing dengan konsentrasi bahasa jepang dan bahasa inggeris kemudian berkembang menjadi sekolah tinggi dengan akreditasi A. dengan reputasi sangat baik yang menghasilkan “Sarjana Sastra Berkarakteristik Industry” dengan slogan “Lulusannya Mudah Kerja Dan Berkualitas”, tentu saja dengan ujian kemampuan berbahasa jepang (Noryoku Shaken level 3) bertaraf internasional yang dilaksanakan oleh japan foundation dan Toefl bahasa inggeris dengan target score minimal 500, plus dengan native speaker langsung dari jepang sebagai hasil kerjasama Program Jenesys[1]dan Inggeris,
Salah satu deferensiasi kampus kecil ini bisa bergeliat meningkatkan kualitasnya dalam persaingan global. Dapat dilihat dari prospek lulusannya yang disesuaikan dengan perkembangan industry global, hubungan politik dan ekonomi indoensia dengan Negara lain dunia mengharuskan lembaga industry tertentu baik swasta maupun pemerintah membutuhkan tenaga ahli berbahasa asing yang menguasai bahasa, budaya, karakteristik industry Negara asing dan kewilayahan Negara.
Dari perkembangan perguruan tinggi swasta ini melahirkan penulis berkeinginan untuk menelaah secara deksriptif kualitatif tentang penataan sistem organisasi yang dilaksanakan oleh STBA JIA Bekasi dengan sub-System organisasi pendidikan tentu saja tak lepas dari system organisasi,  pola kepemilikan organisasi, budaya organisasi yang dianut, selain pola prilaku stakeholulder pendidikan,  pola kurikulum,  pola birokrasi pendidikan yang cenderung prosedural sehingga membutuhkan adanya pengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan istitusi pendidikan.

2.    DESKRIPSI KASUS.
Beberapa organisasi modern telah membuat suatu kemajuan penting di dalam peningkatan performanya melalui organisasi belajar (learning organisation). Secara umum, konsep ini dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi untuk terus menerus melakukan proses belajar (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak  dalam merespon beragam perubahan yang muncul.
Setelah penulis mengadakan pengamatan Ada beberapa poin penting pelaksanaan system organisasi yang yang dilaksanakan di STBA JIA Bekasi yang tidak sesuai dengan kaidah antara lain :
.
1)    Manajemen berbasis primodial
Hambatan utama dalam pengelollaan pendidikan sebagaimana perguruan tinggi swasta masih menggunakan pola kekeluargaan (primodial) sehingga kurang memperhatikan adanya profesionalisme kerja terutama dalam kepemimpinan structural dan adanya pemberian wewenang setengah hati terhadap ketua jurusan dan ketua program studi sehingga mereka tidak bekerja maksimal dan ditandai pemberian salary yang belum layak. Mereka hanya simbolitas dalam pemenuhan structural system organisasi Sehingga mempersulit untuk improvisasi dan kritisasi organisasi.
2)    Pengambilan Keputusan tertutup
semua Keputusan terletak pada satu figur personal yaitu pemilik perguruan tinggi terutama dalam penetuan kebijakan kependidikan dan keuangan yang seharusnya diputuskan dengan cepat melalui pembantu direktur (Pudir II dan III) yang kebetulan masih keluarganya, sementara tugas direktur hanya sebatas penghubung antara stakehoulder  dan pemilik/ketua yayasan secara langsung apabila ada permasalahan yang sulit. Artinya pendelegasian wewenang tidak berjalan dengan baik bahkan  Tidak terlihat peran pembantu direktur I bidang kurikulum dalam penanganan kurikulum dalam prakteknya semuanya ditangani oleh Pudir II dan III karena semuanya ada diluar sehingga kurang adanya span of control terhadap aktiftas akademis secara memadai.
3)    Kurangnya Pemberdayaan SDM.
Penanganan SDM lebih mengandalkan pada ketua jurusan dalam menentukan rekruitmen tenaga kependidikan dan kerja ketua jurusan tidak maksimal karena  lebih banyak diluar sehingga terkadang permasalahan dosen, kurikulum  dan akademis secara mandiri dipecahkan langsung oleh staf.
Dalam job description juga adanya tumpang tindihnya staf akademis, sehingga kalau ada masalah sulit dicari siapa yang mengkoordinasikan dan siapa yang bertanggungjawab. Selain dalam hal pemberdayaan profesi ada kesenjangan yang jauh antara native speaker dalam hal pembagian salary dengan dosen lainnya, tidak ada perbedaan salary dalam hal jenjang pendidikan (S-1, S-2 dan S-3) dan pengalaman kerja, sehingga berakibat tidak adanya spirit dan motivasi, mereka bekerja sekedar menggugurkan kewajiban semata.selain adanya dikhotomi perlakuan antara dua jurusan bahasa jepang dan inggeris sehingga STBA JIA lebih dikenal sense-nya sebagai kampus bahasa Jepang.
4)    Pengembanggan Pendidikan dan kurikulum.
Begitu juga dengan adanya permasalahan diatas berimplikasi pada pengembangan pendidikan yang ditandai adanya: kurikulum dengan jumlah mata kuliah terlalu banyak dengan setiap mata kuliah 2 SKS dengan perkuliahan bukan system menyusut bahkan untuk mahaisiwa tingkat akhir sekalipun masih dibebani mata kuliah, selain orientasi kuirkulum Sarjana Sastra Berkarakteristik Industry” yang menjadioutput dari lulusan terasa dipaksakan dan belum dipahami oleh seluruh akademis mengenai nilai relevansi industry dengan kurikulum sastra dan bahasanya.
5).Pengembanga Institusi Yang Lemah.
Peningkatan kualitas sebagai fokus pengembangan institusi adalah hal yang penting tapi kampus ini tidak berkeinginan untuk mengembangkan cabangnya dengan alasan ingin lebih mengkhususkan pada peningkatan kualitas dua jurusan, padahal penambahan jurusan atau pembukaan cabang sebagai ekpansi kampus yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk lebih meningkakan status dimasa yang akan datang menjadi universitas
Dalam kondisi seperti ini sangat sulit melihat apa sesungguhnya yang terjadi disaat kampus ini terus berkembang ditandai semakin bertambahnya jumlah mahasiswa dan perbaikan infrastruktur yang baik, sehingga perlu adanya pemahaman sesuai dengan General system theory dinyatakan bahwa kita tidak dapat memahami sesuatu dengan benar bila kita melihatnya secara berdiri sendiri. Jadi harus melihatnya sebagai bagian dari suatu keseluruhan[2].



3.     PEMBAHASAN DAN ANALISA

Dari uraian permasalahan diatas organisasi pendidikan itu dianggap sebagai suatu system yang bisa dianalisa. Prof.Dr.winardi, SE mengartikan "sistem keorganisasian merupakan suatu kelompok proses-proses transformasi input-output yang saling berkaitan, yang bekerja secara independen dan bersama-sama mereka berupaya mencapai sasaran-sasaran bersama, dan kriteria nilai untuk organisasi secara keseluruhan, anggota-anggotanya dan lingkungannya" [3]
Konsep sistem organisasi di atas adalah lebih mengarah pada perspektif sistem terbuka karena organisasi harus membutuhkan sesuatu dari lingkungannya dan memberikan sesuatu kepada lingkungannya. Lebih jelas diartikan bahwa "Organization as an open system- a system that takes in resources from external environment and converts or transform them into goods and services that are sent back to that environment, where they are bought by customers.[4]
Pembahasan system organisasi pendidikan dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan system berdasarkan Frame Structural (Bolman & Deal, 2003,)[5], Repositionoing Organisasi dan lima hal inti dalam pembentukan organisasi pembelajar(Peter Senge, 1990)[6]

A.   FRAME STRUKTURAL
Sebagaimana diungkapkan oleh Bolman & Deal (2003) Kita lihat ada Enam asumsi mendasari frame structural sebuah organisasi [7]:
1.     Organisasi ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini perlu meninjau kembali arah tujuan organisasi sesuai dengan visi dan misi yang sebenarnya sehingga bisa dipahami oleh stakehoulder perguruan tinggi sebagai pedoman dasar dalam pengembangan tridarma perguruan tinggi. Dalam hal ini mengembalikan fungsi utama dari perguran tinggi sebagai bagian dari proses penddiikan, kegiatan riset dan pengabdian masyarakat.
2.     Organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja melalui spesialisasi dan pembagian kerja yang jelas.
Profesonalisme kerja tidak berdasarkan pola primodialisme kelompok sehingga untuk pengangkatan struktur organisasi harus berdasarkan keahlian, kualitas pemahaman pemikiran, dan penguasaan basis filosofi pendidikan serta kerangka berpikir sistem, bukan lamanya berorganisasi (senioritas) dengan mengabaikan factor sebelumnya. Seperti terjadi pengangkatan pembantu director (PUDIR) harus sesuai dengan kapasiltas professional dan keahlian serta pemahaman akan kerangka visi dan misi dengan tidak mencampurkan dengan hubungan kekerabatan yang selama ini telah merusak tatanan organisasi selain menghindari adanya jabatan rangkap strukutural dalam organisasiseiring dengan reward sepadan sehingga adanya konsentrasi kerja sesuai dengan jabatan.
3.    Bentuk yang sesuai koordinasi dan kontrol memastikan bahwa upaya-upaya yang beragam individu dan unit organisasi.
Hal lain yang dijadikan sorotan juga adanya span of control yang kurang dilakukan terhadap aktiftas akademis karena dalam observasi kebanyakan mereka aktif separoh waktu dalam akademis, sehingga agak sulit pengontrolan kebijakan dan SOP yang diberlakukan setelah proses belajar mengajar berlangsung.
4.    Organisasi organisasi bekerja dengan baik ketika menang atas rasionalitas preferensi pribadi dan tekanan luar.
Hal lain organisasi akan bekerja saat ada aktiftas
5.    Struktur harus dirancang untuk sesuai dengan keadaan organisasi (termasuk tujuan, teknologi, tenaga kerja, dan lingkungan).
Masalah dan kesenjangan Performace di organisasi penddiikan timbul dari kekurangan struktural dan dapat diperbaiki melalui  restrukturisasi kembali semua sturktur organisasi organisasi dengan batasan : profesionalime, tidak rangkap jabatan strukutural, netralitas pimpinan akademis, kontribusi lini dan staf yang dipertegas sehingga diharapkan berdasarkan asumsi diatas bisa meningkatkan institusi perguruan tinggi yang unggul..
Thomas Peters dan Robert Waterman Jr. menyatakan delapan ciri organisasi yang unggul, yaitu:
1. A Bias for Action. organisasi lebih berkiblat pada aksi, dan tidak hanya berkutat dengan rencana. Prinsip organisasi ini adalah “try it, do it and fix it”. Organisasi yang lebih menghargai tindakan nyata daripada ambisi yang abstrak.
2. Close to the stakehoulder. Organisasi yang memahami dengan baik apa yang diinginkan stakehoulder-nya. Bawahan adalah “segala-galanya”. Bahkan, untuk keperluan memahami yang diharapkan, mereka tak segan-segan mendirikan dewan pembina, membuka layanan openhouse, melakukan riset-riset SDM, dan sejenisnya.
3. Autonomy and Entrepreneurship. organisasi menghargai sikap anggota yang berani untuk mandiri, memiliki pandangan orisinal, berani mengambil resiko, dan sejenisnya.
4. Productivity through People. organisasi menilai bawahan merupakan aset terpenting bagi organisasi, melebihi arti penting kekuasaan atau bangunan. bawahan dianggap sebagai pelaku (aktor) yang dewasa, yang bisa dipercaya dan memiliki kreativitas yang unik. Ada komitmen bahwa organisasi  adalah aset terpenting yang terlihat dari anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan pengembangan sdm.
5. Hands-on, Value Driven. organisasi tak mengabaikan arti penting dari tujuan-tujuan yang bersifat jangka panjang, bahkan transedental. bawahan diyakinkan bahwa mereka tidak hanya bekerja untuk organisasi, tetapi juga untuk mencapai cita-cita yang luhur (superordinate goals). Mereka berusaha memberi makna transedental yang secara rutin dilakukan dalam organisasi.
6. Stick to the Knitting. Organisasi  tidak tergesa-gesa dalam melakukan diversivikasi. organisasi belajar dari pengalaman, bahwa banyak organisasi terjebak dalam diversifikasi berlebihan. Organisasi  memiliki bisnis inti (core business) yang jelas, dan tidak tergoda masuk ke perubahan pemikiran yang tidak dikuasainya dengan benar.
7. Simple Form, Lean Staff. organisasi memiliki struktur organisasi yang sederhana dengan jumlah staf yang ramping. Mereka menyadari bahwa organisasi besar biasanya kurang cepat atau kurang adaptif menghadapi perubahan di lingkungan sekitar. Dengan kata lain, organisasi  besar cenderung memiliki hirarki yang panjang, melakukan formalisasi, dan proses prosedural yang berlebihan. Organisasi yang sederhana dengan sejunlah staf yang ramping dinilai penting untuk menjaga agar perusahaan tetap lincah dan cepat dalam mengambil keputusan.
8. Simultaneous Loose – Tight Properties. Organisasi  memiliki kemampuan menjalankan konsep-konsep manajemen yang sepintas terlihat bertentangan. Dalam konteks ini, organisasi mampu menyeimbangkan prinsip sentralisasi dan desentralisasi dengan baik.

 

B. REPOSITIONING ORGANISASI
Permasalahan dasar STBA JIA dalam penataan system organisasi perlu adanya Repositioning organisaasi dilaksanakan dengan menilai dan mereview seluruh kekuatan dan kelemahan sehingga dapat menentukan mana yang harus diperbaiki dan diperkuat.  Ada beberapa usaha strategis bagi pengembangan system organisasi pendidikan tinggi yang bisa dikembangkan untuk menjawabpermasalahan kasus diatas.
·         Menciptakan Citra profesional
Hambatan utama dalam pengelollaan pendidikan sebagian perguruan tinggi swasta masih menggunakan pola kekeluargaan (primodial) sehingga kurang memperhatikan adanya profesionalisme kerja terutama dalam kepemimpinan strukturalnya. Hal ini bisa diperbaiki sesuai dengan political will owner STBA JIA dengan mengangkat dosen dan pimpinan professional melalui jalur pengembangan SDM, walalupun untuk memupus citra keluarga sesuai dengan perkembangan dan usia PT dalam berkomunikasi dengan lingkungan kampus. Kajur dipilih berdasarkan pengalaman dan tingkat pendidikan, tapi adanya standar salary dan tunjangan, menghidnarai adanya simbolitas kepemimpinan sebagai pelengkap untuk akreditasi kampus semata, begitu juga dalam pemilihan direktor, Pudir I, II, III harus secara simultan mencerminkan sebuah kekohan system organisasi dan hal yang sulit adalah menyerahkan sepenuhnya pengelolaan pada professional independen.

·         Menciptakan Trust dan Confidence Untuk Stakeholder  
Salah satu yang tidak bisa dipungkiri adalah menciptakan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan bahasa asing bisa lebih percaya diri, yang salah satu caranya untuk meningkatkan rasa confidensi dengan membangun kualitas infrastruktur dan tenaga kependidikan secara berkala sesuai dengan system pendidikan  salah satunya mengirimkan dosen untuk program S-2/ S-3 malalui program beasiswa Dalam negeri (BPPS) dan tercatat tiga kandidat doctor yang bisa mendorong tingkat profesionalisme dan kepercayaan serta  membangun pusat-pusat keunggulan di bidang akademik dan bahasa akan membangunbrand image di masyarakatkota bekasi tentang keberadaan kampus bahasa asing dengan akreditasi A.
·         Membangun competitive advantage.
            . Strategi USE PDSA  dapat dipergunakan dalam membangun competitive advance centres. Pengembangan bidang ini harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus (continues improvement), sehingga tugas utama direktor yaitu melakukan perbaikan proses yang terjadi secara terus menerus dengan membuat keputusan yang efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan ini bisa menggunakan pembuatan keputusan USE PDSA, yaitu;
U = Understand improvement needs
S = State the problem
E = Evaluate the root Cause (s) 
P = Plan the solution
D = Do or implement the solution

·         Membangun Culture organisasi
Perguruan tinggi sebagai organisasi pendidikan memiliki kepentingan terhadap pelestarian budaya, nilai, etika, ethos terutama dalam kebijakan pendidikannya. Pendidikan menyangkut dimensi sistem, paradigma dan kultur. Budaya organisasi perlu disesuaikan dengan pergeseran paradigma dunia, yang berorientasi pada customer, kepuasan pelanggan (customer satisfaction), keterbukaan manajemen, dan jaminan kualitas.
Jaminan kualitas pendidikan (quality assurance) merupakan titik temu antara harapan para pemakai layanan (client) dan pemberi layanan pendidikan (provider). Kualitas pendidikan merupakan hal yang selalu di diskusikan para ahli pendidikan. Untuk masyarakat yang berbeda, mungkin definisi kualitas pendidikan akan berbeda, demikian pula dengan indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan. Quality Assurance sebagai alat ukur kualitas telah diimplementasikan dalam pendidikan di beberapa negara yang telah maju sebagai sebagai bentuk akuntabilitas
untuk standar profesional di bidang pendidikan. Quality Assurance yang terencana dengan baik dan tersistematis akan dapat digunakan untuk merefleksi diri, memonitor kinerja pendidikan, memberikan gambaran komprehensif kefektifan proses pendidikan dan kinerja universitas, sustainable improvement universitas, serta dapat digunakan untuk memberikan jaminan atau kepercayaan suatu produk atau jasa pendidikan dikatakan berkualitas. 
Dari sisi efektivitas kinerja, Ellis J (2001) mendefinisikan QA sebagai aktivitas yang dilakukan untuk menilai keefektifan proses penyedia layanan, membangun gambaran yang komprehensif mengenai kinerja dan pembaharuan informasi melalui siklus tahunan. Menurut Harman dan Meek (2000) QA adalah manajemen yang sistematis dan prosedur penilaian yang diadopsi oleh insitusi atau sistem untuk memonitor kinerja dan meyakinkan pencapaian ouput yang berkualitas atau peningkatan kualitas. QA adalah suatu proses yang bertujuan menyatukan semua stakeholderdalam mencapai satu tujuan yaitu peningkatan kualitas pendidikan.  Aktivitas ini memberikan penghargaan pada pelaksanaan kegiatan program yang baik, bukan menghakimi pelaksanaan kegiatan yang kurang baik. QA dimaksudkan untuk meyakinkan stakehorlders bahwa institusi memberikan layanan yang bisa diterima (Dahlgren, P. dkk, 2001).
Dengan adanya penjaminan mutu di bidang akademik, karyawan, layanan, keuangan, dan kesesuaian antara produk akademik yang dihasilkan oleh lembaga  stakeholder, akan menumbuhkembangkan rasa saling percaya dan membangun image yang baik di masyarakat.
·                Membangun Kerjasama Dengan Institusi Lain.
              Membangun jalinan kerjasama dengan institusi lain dalam hal ini STBA JIA bekerjasama dengan japan foundation dan perguruan tinggi negeri jurusan bahasa asing seperti UNJ dan UPI dalam pengembangan kurikulum, peningkatan professional dosen dan staft. Dengan komunikasi keterbatasan geofrafis seakan menghilang dan menjadi satu kesatuan masyarakat global. Selain mengadakan hubungan kemitraan perusahaan dan kampus terutama dikawasan industri Cikarang dan sekitarnya terutama untuk pelatihan permagangan dan bahasa, penyerapan tenaga kerja serta sponsorship setiap acara di STBA JIA.
·         Perubahan Paradigma
Dari prespektif institusi pendidikan dipandang sebagai penyedia jasa pendidikan. Sama seperti penyedia layanan jasa lainnya yang merubah kebutuhan pasar dan harapan untuk menciptakan permintaan dan peluang yang muncul. untuk memeriksa dan merespon semua kebutuhan,  harapan dan peluang dari lingkungan lembaga pendidikan ini sangat membutuhkan perencanaan strategi, yang meliputi menciptakan misi dan pernyataan visi, merumuskan prinsip-prinsip inti dari kegiatan.
Tantangan terpenting dari sudut pandang diatas adalah adanya integrasi dari setiap kegiatan pengkajian, perencanaan dan perbaikan. Dengan adanya Integrasi tersebut memungkinkan institusi untuk mengidentifikasi kekuatan organisasi dan kebutuhannya, membantu menentukan prioritas, mendorong segera dan terus menerus untuk mengadakan dialog antar pimpinan yayasan, staf dan administrasi dan stakehoulder lainnya dalam menentukan  bagaimana mendorong pengembangan lembaga dan bagaimana untuk mencapai Pendidikan yang mampu menginformasikan dan mengsinergikan pemahaman publik, memupuk rasa percaya masyarakat, dan memberikan kontribusi untuk kesejahteraan bangsa.

C.   MENCIPTAKAN ORGANISASI PEMBELAJAR
Kesuksesan organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Manajer organisasi yang sukses adalah orang yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi dengan berbasis ilmu pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Disinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah.
Sugeng Prabowo (2010) berpendapat bahwa secara konseptual organisasi dapat dibedakan menjadi organisasi tradional dan organisasi pemebalajar. Ada sepuluh factor yang membedakan antara konsep organisasi tradisional dengan konsep organisasi pembelajar. Adapun perbedaan kedua konsep tersebut sebagai berikut:
Table 3.1. Faktor Pembeda Organisasi
No.
Konsep Organisasi Tradisional
Konsep Organisasi Pembelajar
1
Stabilitas
Perubahan yang tidak berkesudahan
2
Hirarkhis Birokratis
Kepemimpinan dari setiap orang
3
Organisasi yang kaku
Fleksibilitas
4
Pengendalian melalui aturan
Pengendalian melalui visi dan value
5
Informasi yang tertutup
Informasi yang disebarluaskan
6
Menerima hanya pada hal-hal yang pasti
Menerima keraguan
7
Reaktif dan menghindari resiko
Proaktif, dan keberanian menanggung resiko
8
Berfokus ke internal organisasi
Berfokus pada lingkungan kompetitif
9
Keunggulan bertahan
Keunggulan kompetitif yang berubah
10
Bersaing pada pasar yang ada
Bersaing pada pasar masa depan yang kontemporer

Perkembangan organisasi pembelajar dalam pendidikan di Indonesia terus mengalami perkembangan. Hal ini dapat terlihat dari  berbagai hal, mulai dari kebijakan penyelenggaraan dari pemerintah, sampai dengan perubahan sebagai hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan sebagai akibat kebijakan pemerintah misalnya, perubahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi sehingga muncul model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Perubahan pola pengelolaan, sehingga muncul Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, dan lain-lain.
Perubahan yang berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya perubahan dalam proses pembelajaran, sehingga menghasilkan teori pembelajaran quantum (quantum teaching/ learning), pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran kontekstual (contextual teaching learning). Perubahan dalam manajemen misalnya Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), penggunaan alat analisis Balance Scorecard, dan lain-lain.
Kondisi perubahan yang cepat dan faktor persaingan yang tinggi mendorong pentingnya organisasi pembelajar (learning organization). Organisasi Pembelajar menurut Pedler, Boydell dan Burgoyne (1988) adalah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus untuk dapat mentransformasi diri.
Menurut Dale (2003) organisasi pembelajar adalah organisasi yang;
1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka,
2)Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan,
3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, dan
4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus.

Lembaga pendidikan harus mampu mendorong melahirkan kondisi prasyarat yang oleh Peter Senge (1990) disebut sebagai lima hal inti dalam pembentukan organisasi pembelajar. Kondisi prasyarat tersebut harus dirancang dan dilaksanakan secara sistematis oleh lembaga pendidikan yaitu: (1) Keahlian Pribadi (Personal Mastery), (2) Model Mental (Mental Model), (3) Visi Bersama (Shared Vision), (4) Pembelajaran Tim (Team Learning), dan (5) Pemikiran Sistem (System Thinking).

         *         Personal mastery
Personal mastery yaitu kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis. Personal Mastery adalah suatu budaya dan norma organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua individu dalam organisasi untuk bertindak dan melihat dirinya. Penguasaan pribadi ini mestinya harus sangat dikuasai oleh orang-orang yang bekerja di lembaga pendidikan.
Organisasi pembelajaran memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan. Bilamana pekerja tidak mau belajar hal baru, maka dia akan kehilangan pekerjaan. Selain itu banyak pekerjaan yang ditambahkan  pada satu pekerjaan (job-enlargement)atau job rotation (mutasi karyawan) agar memudahkan karyawan untuk memahami kegiatan di unit kerja yang lain demi terwujudnya sinergi. Oleh karena itu karyawan harus belajar hal-hal baru. Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja seperti sekarang ini, semua pekerja di sebuah organisasi harus memiliki kemauan dan kebiasaan untuk meningkatkan kompetensi dirinya dengan terus belajar. Kompetensi dirinya bukan semata-mata di bidang pengetahuan, tetapi kemampuan berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan konflik, dan saling mengapresiasi pekerjaan orang lain.
Pada kasus STBA JIA bekasi sejak berdiri selalu merekrut manajemen yang memiliki relasi kekerabatan dan pertemanan termasuk pensiunan dari instansi lain.Hal ini berkaitan dengan kompentensi dan penguasaan managerial dimana seharusnya  dibutuhkan staff dan managemen yang  memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan
*                     Mental Model
Mental Model adalah suatu aktivitas perenungan yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Mental model dapat dikatakan sebagai suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi. 
mental models are deedly ingrained assumtions, generalizations, or even pictures or images that influence how we understand the word and how we take actica” (Peter M. Sange, The Fifth Disciplin, 1990, h. 8).
Mental models membentuk minset atau cara pandang antara individu dan organisasi terhadap apa yang sudah ditetapkan, sehingga terjadi keselarasan dalam pencapaian tujuan. Motivasi individu bisa selaras dengan role dan goal dari organisasi. STBA JIA Bekasi menerapkan standar ganda dalam penggajian kepada dosen yaikni kurs dollar dan poundsterling untuk native spaker dari jepang dan inggeris  sedangkan untuk dosen lokal dengan rupiah yang masih tergolong jauh dibandingkan dengan sekolah swasta kompetitor. Demikian pula jajaran manajemen yang sesungguhnya bergeser menjadi pengajar, dan akibat dari kelelahan mengajar dan waktu yang tersita untuk mengajar, maka tugas-tugas manajemen tidak bisa dilakukan dengan baik dan banyak pekerjaan menjadi terbengkalai. Sebenarnya ini sudah disampaikan kepada pihak pembuat kebijakan, agar manajemen diberikan jam mengajar yang sesuai dengan porsinya, agar tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kesepakatan baru antara manajemen dan pihak yayasan bahwa jam mengajar manajemen akan dikurangi, dan akan diberikan gaji yang memadai
         *         Share vision


Shared Visionadalah suatu gambaran umum dari organisasi dan tindakan organisasi yang mengikat orang-orang secara bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan visi bersama, organisasi dapat membangun komitmen yang tinggi dalam organisasi. Selain itu organisasi dapat pula menciptakan gambaran-gambaran atau mimpi-mimpi bersama tentang masa depan yang ingin dicapai, serta prinsip-prinsip dan praktek-praktek penuntun yang akan digunakan dalam mencapai masa depan tersebut. Share vision involves the skills of uncarthing shared ‘picture of the future’ that foster genuine commitment and enrollment rather than compliance” (Peter M Senge, The Fifth Disciplin, 1990, h. 9) yang mengandung pengertian membangun kesamaan visi antara individu dan organisasi dalam sebuah komitmen individu terhadap kebijakan organisasi berkaitan gambaran masa depan yang akan dicapai.
Shared vision merupakan  komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi. Agar mencapai visi tersebut, yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan yang profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan lulusan yang profesional, mampu bersaing secara global,
*         Team learning

“The disciplin of team learning starts with ‘dialogue’, the capacity of members of a team to suspend assumptions and enter into a genuine ‘thinking together”.(Peter M. Senge, The Fifth Disciplin, 1990. H. 10
Team learningyaitu kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Team Learning adalah suatu keahlian percakapan dan keahlian berpikir kolektif dalam organisasi. Kemampuan organisasi untuk membuat individu-individu cakap dalam percakapan dan cakap dalam berfikir kolektif tersebut akan dapat meningkatkan kecerdasan dan kemampuan organisasi. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kecerdasan organisasi jauh lebih besar dari jumlah kecerdasan-kecerdasan individunya.Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu, semangat belajar dalam tim, cerita sukses atau gagal suatu tim harus disampaikan pada tim yang lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya
*      System Thinking
Systems Thinking adalah suatu cara dalam menganalisis dan berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu kedalam tindakan organisasi yang lebih luas.
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit itu antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergis ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Seringkali dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dikerjakan dan tidak memahami dampak dari pekerjaannya dia pada unit lainnya. Selain itu seringkali timbul fanatisme seakan-akan hanya unitnya sendiri yang penting perannya dalam organisasi dan unit lainnya tidak berperan sama sekali. Fenomena ini disebut dengan ego-sektoral. Kerugian akan sangat sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk bersinergi satu dengan lainnya, pemborosan biaya, tenaga dan waktu. Terlepas dari adanya perasaan bahwa unit diri sendiri adalah unit yang paling penting, tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota perusahaan tidak memahami konteks keseluruhan dari organisasi. Kini semakin banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa batas (boundaryless organization), yaitu suatu paradigma yang menyatakan bahwa dalam organisasi sangat sedikit batas-batas antar orang, tugas, proses, tempat yang semua itu ditujukan untuk lebih focus pada eksplorasi ide, keputusan, informasi, dan bakat seseorang (Ashkenas et al. dalam Meika Kurnia, 2002). Atau jika suatu organisasi masih menggunakan struktur organisasi berbasis fungsi, kini fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling melintas batas fungsi; organisasi yang demikian disebut organisasi lintas fungsi atau cross-functional organization. Organisasi-organisasi yang demikian ini akan membuat proses pembelajaran lebih cepat karena masing-masing orang dari fungsi yang berbeda akan berbagi pengetahuan dan pengalamannya dan akan mempercepat proses pembelajaran individu (individual learning) di dalam organisasi terkait.

·               Penyelarasan organisasi (organization alignment)
Tujuan yang diharapkan dari  alignment adalah terjadinya efek sinergi dimana penggabungan dari komponen yang ada akan menghasilkan hal yang jauh lebih besar daripada penjumlahan masing-masing individu.
Aligment harus diperlakukan sebagai sesuatu yang istimewa, antara lain top manajer harus menjadi orang yang paling bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya penyelarasan dalam organisasi.
Value alignment atau keselarasan nilai antara organisasi/perusahaan Muhammadiyah dan SDM sangat dibutuhkan. Jadi value alignmentharus dijadikan sebagai prasyarat yang didahulukan  sebelum melihat capability alignment atau keselarasan kemampuan. Value alignment dapat menghasilkan the right person at the right place.
Proses untuk menciptakan keselarasan strategis (strategic alignment) pada suatu organisasi dimulai dari tataran tim eksekutif, berikutnya adalah membentuk sinergi strategi dan kinerja melalui apa yang disebut dengan proses penyelarasan vertikal (vertical alignment) dan penyelarasan mendatar (horizontal alignment).

REKOMENDASI
a.    Diharapkan kepada pihak Yayasan STBA JIA, untuk memdorong dan memberikan kesempatan kepada Manajemen maupun Dosen, yang berpendidikan D3 maupun S1, agar melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
b.    Mengurangi jam mengajar Manajemen, sehingga mereka lebih fokus terhadap pekerjaannya.

KESIMPULAN

         *         Inti dari kelemahan diatas adalah perlu peningktan profesionalisme organisasi kelembagaan antara lain Ketidak profesionalan PTS dalam hal ini STBA JIA adalah imbas dari pengelolaan organisasi yang tidak menrapkan kualitas manajemen secara total. Berdasarkan frame struktural
         *         Kesuksesan organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Disinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah yang ditandai oleh: 1) suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka, 2) memperluas budaya belajar sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain, 3) menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, dan 4) berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus.
         *         Kelima dimensi dari Peter Senge  perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi STBAJIA Bekasi dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama  untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan di masa depan.



DAFTAR PUSTAKA

Bertalanffy, L.V. General System Theory- Critical Review. New York : Goerge Braziller, 1968

Senge, P. M. The Fifth Disciplin. New York : Currency and Doubleday, 1990

Lincoln, Y. S. Organizational Theory and Inquiry. Beverly Hills : Sage Publications, 1983

Lincoln, Y. S. And Guba, E.G. naturalistic Inquiry. Beverly Hills : sage Publications, 1985

Coombs, P. (1970). The Word Educational Crisis : A System Analysis. New York : Oxford University Press

Coombs, P. ((1985). The Word Crisis in Education. New York: Oxford University Press




[1] STBA JIA termasuk sepuluh perguruan tinggi swasta se-indonesia yang terpilih mendapatkan dua orang dosen volunteer dari jepang dalam program JENESYS bekerjasama dengan japan foundation.
[2]Bertalanffy, L.V. General System Theory- Critical Review. New York : Goerge Braziller, 1968: 5

[3]Winardi, Pengantar Ilmu Manajemen, Mandar Maju, Bandung, 1989 : Hal.131-132.
[4] Jones, Garet R [et.al].2000 .Contemporary management. [s.l]:McGraw-Hill. P.61
[5] Lee G.Bolman & Terence E. Deal, Reframing organisasi, 2003
[6]Senge, P. M. The Fifth Disciplin. New York : Currency and Doubleday, 1990
[7] Lee G.Bolman & Terence E. Deal, Reframing organisasi, 2003 : 45

*Penulis Dosen dan Ketua LPPM STBA JIA Bekasi dan Kandidat Doktor UNJ
.


Tag:

Bagikan Ini

Baca Juga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar