TEKNIK PENULISAN PENELITIAN



A.   Pendahuluan
Bagi yang tidak biasa menulis bukan hal mudah untuk memulai penulisan walau ada panduan sekalipun dari kampus yang sebelumnya harus dulu ditafsirkan dan disesuaikan dengan penulisan sebelumnya dan terkadang malah mengikuti cara penulisan sebelumnya tanpa tahu apa penulisannya sesuai dengan ketentuan umum penulisan atau sebaliknya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis[1]. Skripsi itu sendiri bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory. Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer).
Jadi, tidak perlu mendikhotomikan jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain yang penting anda memahami konten penelitian dengan baik yang didasari oleh alasan logikal yang didukung oleh leteratur yang bisa meyakinkan bahwa penelitian anda valid dan reliabel.

B. Beberapa Kesalahan Para Peneliti
·         Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.
·         Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1. Bab I: Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak.

Padahal bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)
·          
Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan. Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji.
Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.
·         Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan kemalasan riset. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

·         Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor.Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.

·         Dikhotomi analisa penelitian. Analisa kualitatif seringkali menjadi bahan perbincangan dikalangan para peneliti, siapa yang paling capable  antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Bahkan ada pertanyaan berkesan meragukan, apakah penelitian kualitatif itu benar-benar ilmiah?.
Sebagian  ahli masih mempertentangkan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif sebagai suatu dikhotomi dalam penelitian dengan berbagai kendala sosial dan psikologis dari para peneliti terutama berdasarkan kebiasaan penelitian dikampus masing-masing. Termasuk penelitian bahasa ada kecenderungan lebih menikmati menggunakan penelitian kualitatif dengan analisa literatur yang berkesan sederhana, praktis dan bisa membuka keran asumsi literature seluas mungkin yang tidak bisa dikupas melalui angka-angka penelitian yang sifatnya bisa direkayasa dan di mark-up oleh para peneliti.
Di antara kedua metode penelitian ini sering timbul perdebatan di seputar masalah metodologi penelitian. Masing-masing aliran berusaha mempertahankan kekuatan metodenya. Salah satu argumen yang dikedepankan oleh metode penelitian kualitatif adalah keunikan manusia atau gejala sosial yang tidak dapat dianalisa dengan metode yang dipinjam dari ilmu eksakta. Sementara ada anggapan kalau penelitian kuantitatif lebih rumit dan terlalu exact dengan bermacam rumus statistik, sehingga penelitian kuantitatif di program bahasa mengalami kesulitan secara psikologis yang tertanam mulai dari mahasiswa yang sedang menyusun skripsi yang sebelumnya tidak begitu menyukai matematik, bahkan dosen bahasa itu sendiri lebih familiar kalau penelitian secara kualitatif karena lebih luas dan dinamis dalam menganalitis, serta kemungkinan pengalaman penelitian sebelumnya sangat berperan dari dosen untuk menggunakan penelitian dan
Kuatnya content literatur dalam Penelitian bahasa sehingga ada kecenderungan bersinkronisasi dengan penelitian kualitatif yang lebih terfokus pada analisa teoritis yang bersifat deskriptif dalam mengungkapkan nilai, asumsi-asumsi dan fenomena dalam bahasa yang di interpretasikan dan dikaji dengan menggunakan literatur. Interpretasi berkaitan dengan pemaknaan suatu analog teks suapaya membuat jelas, membuat sesuatu memiliki makna sesuatu objek studi bahasa dalam hal hal ini diharapkan agar dikhotomi pengunaan metode penelitian bukan hal baku tapi bisa lebih variatif dan lebih memperkaya kebermaknaan suatu penelitian bahasa yang komunikatif, dinamis dan senantiasa fenomenal.
Dari sudut lain, dilihat dari para peneliti kuantitatif terdapat kesalahan pemahaman di dalam masyarakat bahwa yang dinamakan kegiatan penelitian adalah penelitian yang bercorak survei dan penelitian yang benar jika menggunakan sebuah daftar pertanyaan dan datanya dianalisa dengan menggunakan teknik statistik. Pemahaman ini berkembang karena kuatnya pengaruh aliran positivistik[3] dengan metode penelitian kuantitatif.
Padahal Inti dasar dari penelitian yang bisa dijadikan acuan ataupun bisa juga dijadikan sebagai pilihan, yaitu ada dua kelompok metode penelitian dalam ilmu sosial dan bahasa yakni metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak selalu harus menabukan penggunaan angka. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden.
Namun apabila kita telusuri sebagaimana diungkapkan oleh Bogdan dan Biklen (1982:3) kutipan dari lexy J. Moleong bahwa ada beberapa kesamaan penelitian kualitatif dengan penelitian naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif kedalam, etnometodologi. The Chicago scholl, fenomenologis, studi kasus, interpretative, ekologis dan deskriptif[4]. Semua adalah pilihan yang penting dikhotomi antara penelitian kuantitatif dan kualitatif ini dapat melemahkan kekuatan sebuah penelitian. Sehingga hilangnya dikhotomi akan lebih memperkaya dan memperkuat berbagai analisa penelitian bahasa yang lebih universal cakupannya dimana mahasiswa bisa melaksanakan penelitian sesuai dengan pilihannya baik kualitatif maupun kuantitatif.
Paradigma ini telah berubah diatara dua jurusan yaitu jurusan bahasa Inggeris dan bahasa Jepang di STBA JIA berdasarkan pengamatan penulis yang sekaligus dosen Metodologi riset dari kegiatan penelitian tugas akhir mahasiswa sudah mencoba menggunakan pilihannya dalam penelitian bahasa baik pengunaan penelitian kuantitatif dengan analisa statistik yang masih dianggap rumit dan sulit maupun secara permanen hanya menggunakan analisa kualitatif karena dianggap lebih dinamis dan lebih mudah menginterpretasikan masalah dalam bahasa.
Dari hasil pengamatan kendala itu terjadi ketika  para peneliti mulai melanjutkan kuliah ke jenjang pasca sarjana dengan tesis dan disertasi yang sudah mulai mengharuskan pengunaan analisa kuantitatif dengan dasar statistic yang dijadikan sebagai acuan penelitiannya, sehingga para pembimbing sudah mulai memperkenalkan penelitian kuantitaif ini dalam tugas akhir mahasiswa.
Seiring dinamika bahasa dengan perkembangan teknologi computer maka semakin dikenalnya penelitian kuantitatif melalui program SPSS[5]selain program sejenis seperti Lisrel, Amos, Minitab, Systat, Ecostat, statgraph, SAS, SPS, dll yang dirasakan jauh lebih mudah, peneliti hanya harus memahami  prisnsip-prinsip statistic saja dibandingkan dengan metode analisa statistic secara manual dan memberikan perubahan persepsi kalau Statistik sebagai dasar penelitian kuantittaif tidak sesulit secara manual dengan adanya SPSS ini.


·         Menghadapi Ujian Skripsi Benar.
            Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi. Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji.
            Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam. Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis. Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan.
Ujian skripsi adalah konfirmasi atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well. Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah ?lubang jebakan? agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji. Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu. Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A. Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Pasca Ujian Skripsi
Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini inginkan.
Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya? Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3.
Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini. Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan. Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?

C.     Format penelitian
Ketentuan dalam penulisan adalah membuat skema penulisan untuk memudahkan penelitian. Suatu penelitian selalu diawali dengan suatu masalah. Banyak para peneliti yang mengalami hambatan dalam memilih masalah dan merumuskan masalah yang akan diteliti.
Untuk itu perlu seorang peneliti mengetahui  beberapa tahapan umum dalam pelaksanaan penelitian antara lain :
a)    merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuan penelitian.
b)    menentukan konsep dan hipotesis serta menggali kepustakaan.
c)    menentukan jenis informasi yang diperlukan, sumber informasi dan jumlah sumber informasi (sampling).
d)    penyusunan daftar pertanyaan dan daftar isian (kuesioner)
e)    pengumpulan data lapangan, termasuk melakukan pemilihan dan pelatihan petugas lapangan.
f)     mengedit dan mengkodekan daftar pertanyaan yang telah diisi.
g)    melaksanakan pengolahan, analisis dan pelaporan.
Format yang benar biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.
Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini. Dalam menentukan apakah sebuah masalah layak menjadi objek penelitian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan: a). Keterbatasan Pelaksanaan b). Keterbatasan Biaya. C). Pertimbangan apakah pemecahan masalah tersebut bermanfaat bagi public atau tidak. d). Apakah penelitian tentang masalah itu dapat dilaksanakan atau tidak. E). Pertimbangan lainnya, sifat dari penelitian itu sendiri, apakah bersifat penelitain dasar atau terapan.
Lalu bagaimana menetukan  masalah baik? Masalah sebenarnya bisa ditemukan dari hasil pengalaman dan pengamatan sendiri, materi kuliah, diskusi, teori-teori, rekomendasi hasil penleitian. Sumber lain dari observasi langusng, masalah yang dihadapi organisasi dan masalah yang dimunculkan oleh peneliti lain atau suatu perdebatan ilmiah.
Berikut ciri-ciri masalah yang baik :
1.  Harus ada nilai penelitiannya, masalah harus layak untuk diteliti.
2.  Harus mempunyai fisibilitas. Harus adanya metode yang sesuai untuk meneliti maslah yang dirumuskan dan ada orang yang dapat menggunakan metode tersebut.
3.  Harus sesuai dengan kualifikasi peneliti.
4.  Rumusannya harus mempertanyakan kaitan hubungan antara kedua atau lebih variable.
5.  Rumusan maslahnya harus dapat dikuji. Tidak saja hubungan yang dinyatakan oleh rumusan harus dijabarkan secara jelas, tetapi juga keterhubngan diats harus dinyatakan oleh varibel-variabel yang dapat diukur.
6.   Selain itu juga masalah yang baik dapat dilihat dari : topiknya menarik,pemecahan masalah tersebut bermanfaat bagi orang-orang yang berkepentingan, merupakan hal yang baru, mengundang rancangan yang lebih kompleks, dapat diselelsaikan sesuai waktu yang diinginkan dan tidak bertentangan dengan moral. Biar memahami masalah dengan baik anda harus mampu mengidentifkasi masalah dengan sistematis dan benar.
 Latihan anda agar mampu mengidentifkasi masalah dengan baik disarankan untuk membaca sebanyak mungkin literature yang berhubungan dengan bidang-bidangnya serta bersikap kritis terhadapa apa yang anda baca. Anda harus menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah dan mengikuti ceramah professional. Mengamati dari dekat situasi atau kejadian disekitarnya. Menghadiri seminar hasil riset, mengadakan riset kecil serta mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan bidangnya.
Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang ?gagal? menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.
Patokan penelitian kuantitatif terfokus pada hasil analisa angket yang harus anda uraikan dengan konsep dan teori yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sedang dalam penulisan kualitatif uraian literature sangat memperkuat penyelesaian maslah penelitian anda. Tinjauan literature atau tinjauan pustaka harus relevan dengan bidang yang diteliti. Kegunaan tinjauan  pustaka antara lain : memungkinkan penulisan laporan menetapkan batas-batas bidang yang diteliti, landasan teori yang layak digunakan dan menghidnari adanya pengulangan teori secara tidak disengaja.
Ada beberapa hal dalam penulisan kualitatif adalah penguatan landasan teoritis. Landasan teoritis memuat deskripsi penulisan secara sistematik tentang fakta dari literature terakhir yang memuat teori, konsep, preposisi. Fakta itu sumbernya harus diambil dari aslinya. Landasan teori juga harus memuat landasan teori yang sesaui dengan tujuan pelaksanaan penelitian yang disusun sendiri sebagai tuntunan untuk membuat laporan yang ingin disampaikan dalam bentuk tuisan. Landasan terori dapat juga berbentuk uraian kualitatif[6] atau matematik yang berkaitan dengan tujuan pelaksanaan penelitian.
Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.
Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.
Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.
Proof-ReadingDan Peer-Review. Jangan lupa seorang peneliti juga harus melakukan Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).
D.     Format Penelitian Kualitatif
Karena paradigma, proses, metode, dan tujuannya berbeda, penelitian kualitatif memiliki model desain yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Tidak ada pola baku tentang format desain penelitian kualitatif, sebab; (1) instrumen utama penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, sehingga masing-masing orang bisa memiliki model desain sendiri sesuai seleranya, (2) proses penelitian kualitatif bersifat siklus, sehingga sulit untuk dirumuskan format yang baku, dan (3) umumnya penelitian kualitatif berangkat dari kasus atau fenomena tertentu, sehingga sulit untuk dirumuskan format desain yang baku.
Namun demikian, dari pengalaman beberapa kali melakukan penelitian kualitatif format berikut, penulis menggunakan format berikut untuk dipakai sebagai contoh yang bisa dikembangkan lebih lanjut.
Pendahuluan
1.    Tema Penelitian
2.    Konteks  Penelitian
3.    Fokus Penelitian
4.    Tujuan Penelitian
5.    Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian
1.    Objek dan Informan Penelitian
2.    Metode Perolehan dan Pengumpulan Data
3.    Metode Pengecekan  Keabsahan Data
4.    Metode Analisis Data
5.    Diskusi Hasil Penelitian
6.    Laporan Penelitian
Contoh Proses Penelitian Kualitatif
Proses penelitian disajikan menurut tahap-tahapnya, yaitu: (1) Tahap Pra-lapangan, (2) Tahap Kegiatan Lapangan, dan (3) Tahap Pasca-lapangan.
1. Tahap Pra-lapangan
Beberapa kegiatan dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Masing-masing adalah: (1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2) Pengurusan ijin penelitian, (3) Penjajakan lapangan dan penyempurnaan rancangan penelitian,(4) Pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan (5) Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan.
Perlu dikemukakan, peneliti menaruh minat dan kepedulian terhadap gejala menglaju dan akibat-akibat sosialnya. Pengamatan sepintas sudah dilakukan jauh sebelum rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik penelitian.
Berbekal pengamatan awal dan telaah pustaka, peneliti mengajukan usulan penelitian tentang mobilitas penduduk dan perubahan di pedesaan. Usulan yang diajukan dan diseminarkan dengan mengundang teman sejawat dan pakar.
Karena berpendekatan kualitatif, usulan penelitian itu dipandang bersifat sementara (tentative). Karena itu peluang seminar digunakan untuk menangkap kritik dan masukan, baik terhadap topik maupun metode penelitian. Berdasarkan kritik dan masukan tersebut, peneliti membenahi rancangan penelitiannya dan melakukan penjajakan lapangan.
Penjajakan lapangan dilakukan dengan tiga teknik secara simultan dan lentur, yaitu (a) pengamatan; peneliti mengamati secara langsung tentang gejala- gejala umum permasalahan, misalnya arus menglaju pada pagi dan sore hari, (b) wawancara; secara aksidental peneliti mewawancari beberapa informan dan tokoh masyarakat, (c) telaah dokumen; peneliti memilih dan merekam data dokumen yang relevan, baik yang menyangkut Bandulan maupun Kotamadya Dati II Malang.
Perumusan masalah dan pemilihan metode penelitian yang lebih tepat dilakukan lagi berdasarkan penjajakan lapangan (grand tour observation). Sepanjang kegiatan lapangan, ternyata pusat perhatian dan teknik-teknik terus mengalami penajaman dan penyesuaian.
Dalam ungkapan Lincoln dan Guba (1985: 208), kecenderungan rancangan penelitian yang terus-menerus mengalami penyesuaian berdasarkan interaksi antara peneliti dengan konteks ini disebut rancangan membaharu (emergent design).
Berdasarkan penjajakan lapangan, peneliti menetapkan tema pokok penelitian ini, yaitu: perubahan sosial di mintakat penglaju (commuters' zone). Pusat perhatian diberika pada peran penglaju dalam perubahan sosial di Bandulan, Kecamatan Sukun, Kotamadya Malang.
Secara rinci pusat perhatian ini mencakup beberapa pertanyaan sebagaimana diajukan dalam bab pendahuluan, yaitu: (1) Faktor apa saja, baik dari dalam diri, dari dalam desa, maupun dari luar desa, yang mendorong perilaku menglaju pada sebagian penduduk Bandulan? Apakah makna menglaju sebagaimana dihayati oleh mereka?, (2) Bagaimanakah ragam gaya hidup, pola interaksi sosial, solidaritas dan peran sosial masing-masing kategori empiris penduduk dalam perubahan sosial di Bandulan?, dan (3) Akibat-akibat sosial apa saja yang terjadi karena banyaknya penduduk yang menglaju ke luar Bandulan, baik pada sistem nilai dan kepercayaan, pranata sosial dan ekonomi, dan pola pelapisan sosial sebagaimana dirasakan oleh masyarakat setempat?
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Sepanjang pelaksanaan penelitian, ternyata penyempurnaan tidak hanya menyangkut pusat perhatian penelitian, melainkan juga pada metode penelitiannya. Bogdan dan Taylor (1975:126) memang menegaskan agar para peneliti sosial mendidik (educate) dirinya sendiri. "To be educated is to learn to create a new. We must constantly create new methods and new approaches".
Konsep sampel dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi mantap dan terpercaya mengenai unsur-unsur pusat perhatian penelitian.
Pemilihan informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling). Bila pengenalan dan interaksi sosial dengan responden berhasil maka ditanyakan kepada orang tersebut siapa-siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak langsung olehnya.
Dalam menentukan jumlah dan waktu berinteraksi dengan sumber data, peneliti menggunakan konsep sampling yang dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu maximum variation sampling to document unique variations. Peneliti akan menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah tidak ditemukan lagi ragam baru. Dengan konsep ini, jumlah sumber data bukan merupakan kepedulian utama, melainkan ketuntasan perolehan informasi dengan keragaman yang ada.
Tidak semua penduduk bisa memberikan data yang diperlukan. Karena itu, hanya 25 orang sumber data yang diwawancarai secara mendalam. Masing-masing adalah 14 orang penduduk asli penglaju, 6 orang penduduk asli bukan penglaju, dan 5 orang penduduk pendatang penglaju.
Karena data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan interaksi dengan responden dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan dipersiapkan hanya untuk memudahkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis termasuk lembar catatan lapangan. Perlengkapan ini digunakan apabila tidak mengganggu kewajaran interaksi sosial.
Pengamatan dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada tahap awal, pengamatan lebih bersifat tersamar. Teknik ini seringkali memaksa peneliti melakukan penyamaran. Misalnya: untuk mengamati aspek-aspek yang berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup, peneliti beranjang-sana di rumah informan. Sambil berbincang-bincang, peneliti mencermati cara berbicara, berpakaian, penataan ruang, gaya bangunan rumah, benda-benda simbolik dan sebagainya.
Ketersamaran dalam pengamatan ini dikurangi sedikit demi sedikit seirama dengan semakin akrabnya hubungan antara pengamat dengan informan. Ketika suasana akrab dan terbuka sudah tercipta, peneliti bisa mengkonfirmasikan hasil pengamatan melalui wawancara dengan informan.
Dengan wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara fisik danbertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan sekaligus sebagai piranti pengumpul data.
Selama wawancara, peneliti juga mencermati perilaku gestural informan dalam menjawab pertanyaan. Untuk menghindari kekakuan suasana wawancara, tidak digunakan teknik wawancara terstruktur. Bahkan wawancara dalam penelitian ini seringkali dilakukan secara spontan, yakni tidak melalui suatu perjanjian waktu dan tempat terlebih dahulu dengan informan. Dengan ini peneliti selalu berupaya memanfaatkan kesempatan dan tempat-tempat yang paling tepat untuk melakukan wawancara.
Selama kegiatan lapangan peneliti merasakan bahwa pengalaman sosialisasi, usia dan atribut- atribut pribadi peneliti bisa mempengaruhi interaksi peneliti dengan informan. Semakin mirip latar belakang informan dengan peneliti, semakin lancar proses pengamatan dan wawancara.
Sebaliknya, ketika mewawancarai informan yang berbeda latar belakang, peneliti harus menyesuaikan diri dengan mereka. Banyak ragam cara menyesuaikan diri. Di antaranya dengan cara berpakaian, bahasa yang digunakan, waktu wawancara, hingga penyamaran seolah-olah peneliti memiliki sikap dan kesenangan yang sama dengan informan. Karena kendala itu, pengumpulan data terhadap penduduk asli, baik penglaju dan lebih-lebih yang bukan penglaju, berjalan agak lamban.
Kejenuhan, bahkan rasa putus-asa kadang-kadang muncul dan menyerang peneliti. Dalam keadaan demikian, peneliti beristirahat untuk mengendapkan, membenahi catatan lapangan, dan merenungkan hasil-hasil yang diperoleh. Dengan cara ini, peneliti bisa menemukan informasi penting yang belum terkumpul.
Kedekatan antara tempat tinggal peneliti dengan informan ternyata sangat membantu kegiatan lapangan. Secara tidak sengaja peneliti bisa bertemu dengan informan, sehingga pembicaraan setiap saat bisa berlangsung. Kendati tidak dirancang, bila hasil percakapan itu memiliki arti penting bagi penelitian, akan dicatat dan diperlakukan sebagai data penelitian.
Pada dasarnya wawancara dilaksanakan secara simultan dengan pengamatan. Kadang-kadangwawancara merupakan tindak-lanjut dari pengamatan. Misalnya, setelah mengamati suasana rumah tangga dan keluarga informan, peneliti menuliskan hasilnya dalam bentuk catatan lapangan. Wawancara dilakukan setelah itu untuk mengungkapkan makna dari setiap hasil pengamatan yang menarik.
Penelaahan dokumentasi dilakukankhususnya untuk mendapatkan data konteks. Kajian dokumentasi di lakukan terhadap catatan-catatan, arsip- arsip, dan sejenisnya termasuk laporan-laporan yang bersangkut paut dengan permasalahan penelitian.
Perekaman dokumen menjadi lebih mudah karena dokumen, baik dari kelurahan maupun dari Kotamadya cukup lengkap. Agar tidak menyulitkan lembaga yang menyediakan, peneliti meminta ijin untuk menfoto-copy dokumen-dokumen yang diperlukan atau menyalinnya ke dalam catatan peneliti.
Pemeriksaan keabsahan (trustworthiness) data dalam penelitian ini dilakukan dengan empat kriteria sebagaimana dianjurkan oleh Lincoln dan Guba (1985: 289-331). Masing-masing adalah derajat: (1) kepercayaan (credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) kebergantungan (dependability), dan (4) kepastian (confirmability).
Untuk meningkatkan derajat kepercayaan data perolehan, dilakukan dengan teknik: (1) perpanjangan keikut-sertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, (4) pemeriksaan sejawat, (5) kecukupan referensial, (6) kajian kasus negatif, dan (7) pengecekan anggota.
Kegiatan lapangan penelitian ini semula dijadwal tidak lebih dari enam bulan. Dengan pertimbangan bahwa peningkatan waktu masih memunculkan informasi baru, maka lama kegiatan lapangan diperpanjang. Dengan perpanjangan waktu ini, seperti dikemukakan Moleong (1989), peneliti dapat mempelajari "kebudayaan", menguji kebenaran dan mengurangi distorsi.
Dengan mengamati secara tekun, peneliti bisa menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan peran penglaju dalam perubahan sosial di Bandulan. Bila perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman. Triangulasi dilakukan untuk melihat gejala dari berbagai sudut dan melakukan pengujian temuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan berbagai teknik. Empat macam triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaandengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori.
Meskipun Lincoln dan Guba (1985) tidak menganjurkan triangulasi teori, tampaknya Patton (1987: 327) berpendapat lain. Menurutnya, triangulasi antar teori tetap dibutuhkan sebagai penjelasan banding (rival explanation).
Dalam penelitian ini, penempatan teori lebih mengikuti anjuran Bogdan dan Taylor (1975). Menurut mereka, teori memberikan suatu penjelasan atau kerangka kerja penafsiran yang memungkinkan peneliti memberi makna pada kekacauan data (morass of data) dan menghubungkan data dengan kejadian-kejadian dan latar yang lain. Karena itu, sangat penting bagi peneliti untuk mengetengahkan temuannya dengan perspektif teoretik lain, khususnya selama tahap pengolahan data penelitian yang intensif.
Pengamatan dan wawancara tidak terstruktur yang diterapkan dalam penelitian ini memang menghasilkan data yang masih kacau. Untuk memilah dan memberi makna pada data tersebut, peneliti tidak bisa tidak harus berpaling kepada teori-teori sosiologi dan antropologi yang relevan.
Pemeriksaan sejawat dilakukan dengan cara mengetengahkan (to expose) hasil penelitian, baik yang bersifat sementara maupun hasil akhir, dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Dengan cara ini peneliti berusaha mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran, dan mencari peluang untuk menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari peneliti (pemikiran peneliti).
Sebelum menetapkan temuan sebagai kecenderungan pokok, peneliti melakukan pengecekan anggota. Ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan berapa proporsi kasus yang mendukung temuan, dan berapa yang bertentangan dengan temuan. Bila ada penyimpangan dalam kasus-kasus tertentu, peneliti menelaahnya secara lebih cermat.
Telaah lebih cermat terhadap kasus-kasus yang menyimpang sering disebut sebagai analisis kasus negatif. Teknik ini dilakukan untuk menelaah kasus-kasus yang saling bertentangan dengan maksud menghaluskan simpulan sampai diperoleh kepastian bahwa simpulan itu benar untuk semua kasus atau setidak-tidaknya sesuatu yang semula tampak bertentangan, akhirnya dapat diliput aspek-aspek yang tidak berkesesuaian tidak lagi termuat. Dengan kata-kata lain dapat dijelaskan "duduk persoalannya".
Selain itu, peneliti juga menguji kecukupan acuan dalam menarik simpulan. Kecukupan acuan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengajukan kritik internal terhadap temuan penelitian. Berbagai bahan digunakan untuk meneropong temuan penelitian.
Usaha meningkatkan keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara "uraian rinci" (thick description). Untuk itu, peneliti melaporkan hasil penelitiannya secermat dan selengkap mungkin yang menggambarkan konteks dan pokok permasalahan secara jelas. Dengan demikian, peneliti menyediakan apa-apa yang dibutuhkan oleh pembacanya untuk dapat memahami temuan-temuan.
Kebergantungan penelitian ini diupayakan dengan audit kebergantungan. Dalam hal ini peneliti memberikan hasil penelitian dan melaporkan proses penelitian termasuk "bekas-bekas" kegiatan yang digunakan. Berdasarkan penelusurannya, seorang auditor dapat menentukan apakah temuan-temuan penelitian telah bersandar pada hasil di lapangan.
Kepastian penelitian ini diupayakan dengan memperhatikan topangan catatan data lapangan dan koherensi internal laporan penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara meminta berbagai pihak untuk melakukan audit kesesuaian antara temuan dengan data perolehan dan metode penelitian.
3. Tahap Pasca Lapangan
Telah disinggung bahwa penelitian ini menerapkan metode kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata orang baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati, termasuk gambar (Bogdan and Taylor, 1975).
Walau peneliti tidak sependapat dengan teknik-teknik analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (1987), model analisis interaktif yang digambarkannya sangat membantu untuk memahami proses penelitian ini. Model analisis interaktif mengandung empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4) penarikan dan pengujian simpulan.
Mengacu model interaktif, analisis data tidak saja dilakukan setelah pengumpulan data, tetapi juga selama pengumpulan data. Selama tahap penarikan simpulan, peneliti selalu merujuk kepada "suara dari lapangan" untuk mendapatkan konfirmabilitas.
Analisis selama pengumpulan data (analysis during data collection) dimaksudkan untuk menentukan pusat perhatian (focusing), mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar bagi analisis pasca pengumpulan data (analysis after data collection). Dengan demikian analisis data dilakukan secara berulang-ulang (cyclical).
Pada setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat hasilnya ke dalam lembar catatan lapangan (field notes). Lembar catatan lapangan ini berisi: (1) teknik yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3) tempat kegiatan atau wawancara, (4) paparan hasil dan catatan, dan (5) kesan dan komentar. Contoh catatan lapangan dapat diperiksa pada lampiran.
Pendirian ontologis penelitian adalah bahwa tujuan penyelidikan adalah mengembangkan suatu bangunan pengetahuan idiografik dalam bentuk "hipotesis kerja" yang menggambarkan kasus individual (Lincoln and Guba, 1985: 38). Implikasinya, konstruksi realitas, yang dalam hal ini adalah gejala menglaju dan pengaruh sosialnya, tidak dapat dipisahkan dari konteks (kedisinian, Bandulan) dan waktu (kekinian, 1996).
Untuk itu peneliti memandang penting untuk menyelidiki secara cermat akar-akar gejala menglaju sebagai konteks kajian. Berdasarkan asal faktor pemicu gejala menglaju peneliti menemukenali tiga kategori faktor, yaitu: (1) dari dalam diri, (2) dari dalam desa, dan (3) dari luar desa.
Empat teknik analisis data kualitatif sebagaimana dianjurkan oleh Spradley (1979) diterapkan dalam penelitian ini. Masing-masing adalah: (1) analisis ranah (domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis), (3) analisis komponensial (componential analysis). dan (4) analisis tema budaya (discovering cultural themes).
Analisis ranah bermaksud memperoleh pengertian umum dan relatif menyeluruh mengenai pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa pengetahuan tingkat "permukaan" tentang berbagai ranah atau kategori konseptual. Kategori konseptual ini mewadahi sejumlah kategori atau simbol lain secara tertentu.
Pada tahap awal, berdasarkan pola mobilitas hariannya, peneliti menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan. Masing-masing adalah penduduk penglaju dan bukan penglaju. Berdasarkan asalnya, peneliti menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan, yaitu: penduduk asli dan penduduk pendatang.
Pada analisis taksonomik, pusat perhatian penelitian ditentukan terbatas pada ranah yang sangat berguna dalam upaya memaparkan atau menjelaskan gejala-gejala yang menjadi sasaran penelitian. Pilihan atau pembatasan pusat perhatian dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai strategik temuannya bagi program peningkatan kualitas hidup subyek penelitian atau mengacu pada strategic ethnography (Faisal, 1990 : 43).
Analisis taknonomik tidak dilakukan secara murni berdasar data lapangan, tetapi dikonsultasikan dengan bahan-bahan pustaka yang telah ada. Beberapa anggota ranah yang menarik dan dipandang penting dipilih dan diselidiki secara mendalam. Dalam hal ini adalah bagaimana peran masing-masing kategori tersebut dalam proses perubahan sosial yang berlangsung di Bandulan.
Analisis komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan perbedaan (kontras) antar unsur dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara terseleksi. Dalam hemat peneliti, kedalaman pemahaman tercermin dalam kemampuan untuk mengelompokkan dan merinci anggota sesuatu ranah, juga memahami karakteristik tertentu yang berasosiasi dengannya.
Dengan mengetahui warga suatu ranah, memahami kesamaan dan hubungan internal, dan perbedaan antar warga dari suatu ranah, dapat diperoleh pengertian menyeluruh dan mendalam serta rinci mengenai suatu pokok permasalahan. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman makna dari masing-masing warga ranah secara holistik.
Hasil lacakan kontras di antara warga suatu ranah dimasukkan ke dalam lembar kerja paradigma (Spradley, 1979: 180). Kontras-kontras tersebut selalu diperiksa kembali sebagaimana dalam model analisis interaktif. Ringkasananalisis komponensial, yang digunakan sebagai pemandu penulisan paparan hasil penelitian inidisajikan dalam lampiran.
Dalam mengungkap tema-tema budaya, peneliti menggunakan saran yang diberikan oleh Bogdan dan Taylor (1975:82-93). Langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) membaca secara cermat keseluruhan catatan lapangan, (2) memberikan kode pada topik-topik pembicaraan penting, (3) menyusun tipologi, (4) membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan konteks penelitian.
Berdasarkan seluruh analisis, peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi. Beberapa sub-topik disusun secara deduktif, dengan mendahulukan kaidah pokok yang diikuti dengan kasus dan contoh-contoh. Sub-topik selebihnya disajikan secara induktif, dengan memaparkan kasus dan contoh untuk ditarik kesimpulan umumnya.


[1]KKBI, 2010
[3]Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri.
[4] Moleong, J.  Lexy, prof. DR., Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosda, Bandung, 2010 : 3
[5] Statistical package for  the social sciences(SPSS) yaitu Program pengolah data yang pertama kali dikembangkan sekitar tahun 1960 oleh Norman H. Nie dan Dale bent dari Stanford university.
.


Tag:

Bagikan Ini

Baca Juga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar