Oleh: Dr.Rais Hidayat, MPd.
Hakekat pendidikan adalah optimalisasi potensi. Seluruh potensi manusia bertumpu pada otaknya. Ilmu yang mempelajari otak adalah neurosains. Hasil integrasi antara pendidikan dan neurosain dalam penelitian ini disebut Neuroscience Education. Temuan ini berimplikasi secara filosofis, teoritis dan praktis, bahwa manajemen pendidikan mempunyai peluang besar bagi dimulainya mega proyek integrasi-interkoneksi keilmuan, karena di manajemen pendidikan , semua bidang ilmu dipelajari, secara holistik-integralistik. Kebijakan dalam pengelolaan pendidikan yaitu: mengadaptasi hasil-hasil riset dalam pendidikan, melakukan reframing menyeluruh (struktur, SDM, politik, budaya dan budget), serta memberlakukan manajemen terbuka melalui penguatan SIM pendidikan.
Keyword: Neuroscience, Manajemen Pendidikan, Kebijakan Pendidikan
PENDAHULUAN
Pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN dapat dikatakan tertinggal. Banyak faktor yang menyebabkan itu terjadi. Salah satunya karena manajemen sistem pendidikan yang tidak adaptif dan inovatif dengan perubahan lingkungan. Lingkungan yang berjalan cepat karena perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi menyebabkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sudah berjalan lebih jauh dari apa yang disumbangkan pendidikan. Oleh sebab itu, manajemen sistem pendidikan memerlukan perubahan sehingga lebih adaftif dengan lingkungan masyarakat.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh manajemen sistem pendidikan yaitu temuan-temuan dari penelitian Neuroscience (riset terhadap otak manusia). Temuan-temuan dalam bidang tersebut berimplikasi sangat besar pada pendidikan. Jika manajemen sistem pendidikan tidak mengalami perubahan, maka lembaga pendidikan diduga akan menjadi lembaga yang gagal (failed organization).
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, makalah ini akan menguraikan secara singkat temuan-temuan dari penelitian Neuroscience yang berimplikasi pada manajemen sistem pendidikan. Diharapkan makalah ini memberi inspirasi dan pandangan baru untuk memajukan pendidikan.
PEMBAHASAN
1. Temuan-temuan Neuroscience
Temuan-temuan penelitian Neuroscience (riset terhadap otak manusia) yang dikaitkan dengan pendidikan sangat penting untuk peningkatan dan perbaikan kualitas pendidikan. Selama ini ada banyak masalah pendidikan yang tidak mampu terpecahkan, seperti masalah disleksia (anak sukar membaca) dan diskalkulia (anak susah menghitung) tidak terpecahkan. Namun temuan penelitian Neuroscience membuka kemungkinan bahwa anak yang mengalami kesulitan belajar akan dapat tertanggulangi.
Memperhatikan arti penting dari berbagai temuan Neuroscience dapat disimpulkan bahwa terdapat konsekuensi antara hasil riset Neuroscience dengan penyelenggaraan manajemen sistem pendidikan. Mengapa lembaga pendidikan atau sistem pendidikan harus memperhatikan temuan riset Neuroscience? Sebab jika manajemen sistem pendidikan tidak memperhatikan temuan-temuan tersebut, maka lembaga pendidikan akan ditinggalkan masyarakat, sebab lembaga pendidikan dinilai tidak bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan-perubahan dan tuntutan yang berkembang di masyarakat. Jika ini hal itu sampai terjadi, maka lembaga pendidikan akan menjadi lembaga yang gagal dalam mengemban visi dan misi kemanusianya.
Memperhatikan hasil OECD International Conference tahun 2008, ada tiga hal penting dari hasil Neurosciencedalam bidang pendidikan yaitu: (1) praktek pendidikan perlu memperhatikan hasil-hasil penelitian, khsususnya hasil penelitian mengenai aktivitas otak ketika manusia sedang belajar, (2) keadaan emosi yang sangat mempengaruhi seseorang dalam belajar, dan (3) adanya perbedaan kemampuan belajar antar individu yang disebabkan oleh factor genetik dan pengaruh lingkungan. Berdasarkan hasil OECD Internasional Conference tersebut, maka praktek pendidikan harus menggunakan hasil-hasil penelitian, memperhatikan faktor-faktor emosional, dan memperhatikan lingkungan pendidikan.
The Royal Society Science Policy Centre, United Kingdom, tahun 2011 mengeluarkan laporan yang mendukung hasil OECD International Conference. Berdasarkan penelitian terhadap otak dan pendidikan, The Royal Society Science Policy Centre merekomendasikan empat hal yaitu; (1) Neuroscience harus digunakan sebagai alat dalam kebijakan pendidikan (as a tool in educational policy), (2) memperkuat training dan pengembangan profesional guru-guru sehingga guru-guru mampu menggunakan metode pendidikan yang tepat bagi peserta didik, (3) penggunaan teknologi pendidikan yang adaptif untuk mengatasi kesulitan belajar, dan (4) perlu adanya tukar pengetahuan antar berbagai pihak yang berkepentingan dengan pendidikan agar temuan hasil penelitian otak manusia bisa maksimal digunakan dalam pendidikan.
Terdapat beberapa temuan Neuroscience dalam pendidikan yang memiliki konsekuensi pada penyelenggaraan pendidikan. Temuan-temuan tersebut tergolong baru dan implementasi dalam pendidikan memerlukan share pengetehuan dari berbagai pihak, khususnya ahli psikologi, sosiologi, ahli otak, dan guru-guru yang menjadi ujung tombak pelaksanaan pendidikan yang berbasiskan otak (brain base education). Beberapa temuan riset Neuroscience dan konsekuensinya dalam penyelenggaraan manajemen sistem pendidikan antara lain sebagai berikut:
- Pengembangan manajemen sistem pendidikan perlu memperhatikan berbagai temuan-temuan penelitian. Artinya, manajemen sistem pendidikan tidak boleh terpisahkan dari penelitian agar pendidikan tidak keluar dari jalurnya yaitu mencerdaskan kehidupan manusia. Contohnya, jika hasil penelitian menemukan bahwa kekerasan fisik dan mental berpengaruh negatif pada hasil belajar, maka konsekuensinya adalah sistem pendidikan yang berorientasi pada praktek kekerasan fisik dan mental harus diganti dengan suasana yang menyenangkan.
- Otak sangat menentukan kecerdasan seseorang. Konsekuensi dari temuan tersebut adalah pendidikan harus mampu memberi rangsangan pada otak secara tepat. Semakin banyak dan semakin tepat otak dirangsang, maka semakin cerdas pula otak seseorang. Berdasarkan penelitian, orang jenius baru menggunakan otaknya 5-6 persen. Oleh sebab itu, pemberian rangsangan pada otak perlu terus ditingkatkan.
- Kualitas otak ditentukan dari faktor genetik dan faktor lingkungan seperti asupan giji. Konsekuensi dari temuan tersebut yaitu proses pendidikan harus sudah dimulai sejak seorang ibu hamil. Para ibu hamil harus memperhatikan asupan gizi selama hamil, masa pengasuhan balita dan batita. Peserta didik diharuskan memakan makanan sehat dan bergizi dan sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Program pendidikan yang dimulai sejak kehamilan telah banyak dilakukan seperti di Jepang.
- Aktivitas otak saat belajar memiliki respon yang berbeda-beda. Konsekuensi dari temuan ini yaitu pendidikan harus lebih menghormati dan mendukung perbedaan yang ada diantara para pembelajar. Hal ini menuntut agar guru mengembangkan berbagai metode mengajar dan memilih satu metode belajar yang cocok bagi pembelajar. Dengan kata lain guru harus memperhatikan karakteristik gaya belajar pembelajar. Menyamaratakan metode mengajar pada peserta didik termasuk perbuatan yang merugikan peserta didik.
- Kualitas stimulasi pada indera (kulit, telinga, mata, hidung, lidah, dan reseptor lain) berpengaruh pada perkembangan otak. Konsekwensi dari temuan ini pada pendidikan yaitu pendidikan harus mampu memberikan hal-hal yang menyenangkan secara fisik agar otak juga merespon secara menyenangkan pula. Ini berarti lingkungan atau sekolah harus menyediakan fasilitas yang mendukung agar siswa nyaman dan senang bersekolah. Musik dalam konteks pendidikan menjadi sangat penting.
- Otak manusia siap memproses informasi yang tak terhingga, berarti tidak ada manusia bodoh. Manusia mampu untuk belajar apapun sehingga memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menciptakan hal-hal yang sifatnya baru.
- Otak manusia tersusun oleh cortek, medulla dan batang otak yang membentuk satu kesatuan, sehingga manusia memiliki kemampuan seutuhnya yaitu : heart, head, dan hand yang tinggi. Konsekuensinya yaitu pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek yang tidak dapat dipisahkan yaitu, kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu kegiatan pembelajaran harus aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan dan berkualitas.
- Belahan kanan dan kiri otak dengan jembatan corpus colosum membentuk reactor otak, fisi dan fusi yang memungkinkan proses berfikir tingkat tinggi. Konsekwensi dalam pendidikan yaitu pendidikan harus mensinergikan fungsi otak kanan (kreatifitas, intuisi, dan berfikir acak) dan otak kiri (rasional, logis, sekuensial). Selama ini pendidikan hanya memfokuskan pada otak kiri, sedangkan otak kanan kurang dipedulikan.
- Konstelasi otak manusia mampu mencapai puncak spiritualitas. Konsekwensi dalam pendidikan yaitu pendidikan tidak boleh melepaskan dari nilai-nilai spiritualitas.
Memperhatikan temuan-temuan riset Neuroscience dan pendidikan serta konsekuensinya, maka manajemen sistem pendidikan harus merespon dengan tepat dan cepat agar lembaga pendidikan tidak menjadi lembaga yang gagap dalam mengantisipasi dan mengadaptasi berbagai perubahan di masyarakat. Dengan kata lain penyelenggaraan sistem manajemen pendidikan harus memiliki awarenessyang terus menerus dengan apa yang terjadi dalam masyarakat. Tidak seperti kodok yang merasa nyaman dengan rasa hangat dalam rebusan air sehingga kodok mati karena terlena dengan rasa nyaman tersebut.
2. Implikasi pada Institusi Pendidikan
Kondisi penyelenggaraan sistem manajemen pendidikan yang ada sekarang ini terkesan reaktif terhadap masalah-masalah pendidikan dan amat lamban dalam mengadopsi temuan-temuan baru. Penyebab terjadinya hal tersebut karena organisasi pendidikan tidak menggunakan sistem yang inovatif atau sistem yang pro-perubahan.
Dinn Wahyudin (2011) menyebutkan bahwa inovasi, termasuk inovasi pendidikan merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru, atau berupa praktik-praktik tertentu, atau berupa produk dari suatu hasil olah pikir dan olah teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu, yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu keadaan tertentu, atau proses tertentu yang terjadi di masyarakat atau dunia pendidikan. Stephen Robbins(1994) menyebut fokus inovasi meliputi gagasan baru, produk dan jasa baru, serta adanya upaya perbaikan. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa inovasi terkait dengan pembaruan dan perbaikan yang terus menerus.
Inovasi dalam manajemen pendidikan sangat penting, sebab inovasi akan mencegah organisasi menjadi gagal menjalankan fungsinya. Ketika organisasi mengalami kegagalan, manajer harus berupaya untuk menyelidiki penyebab atau akar masalahnya itu apa. Untuk dapat mengambil keputusan dengan tepat, manajer harus mempunyai gambaran tentang apa yang harus dilakukan terlebih dahulu (sense of priority), kemudian mengambil keputusan yang memerlukan proses yang mendalam, dan bertanya: Apakah yang sebenarnya terjadi? Menurut Bolman dan Deal alternatif terbaik agar manajer dapat mengetahui masalah dalam oragnisasi yaitu dengan berfikir dan menyelidiki lebih mendalam apa yang terjadi. Bolman dan Deal juga menganjurkan agar para manajer mengambil teori-teori untuk memecahkan masalah karena teori mempunyai 2 keunggulan, yaitu: (1) dapat menunjukan hal penting dan tidak penting, dan (2) membuat informasi menjadi terpola atau konsep.
Upaya memperbaiki organisasi harus didahului oleh pemahaman yang benar terhadap organisasi. Salah satu yang harus dilakukan para manajer yaitu memahami tipe-tipe organisasi. Menurut Bolman dan Deal (2003) terdapat empat tipe organisasi yaitu: (1) tipe kompleks, yaitu organisasi yang beranggotakan orang-orang yang perilakukanya sangat sulit untuk dipahami dan diprediksi sehingga organisasi menjadi sulit, (2) tipe mengejutkan, yaitu organisasi yang disangka hebat melakukan lompatan-lompatan untuk kemajuan, namun pada kenyataanya hancur dalam waktu singkat, (3) tipe menipu, yaitu organisasi yang menyembunyikan kelemahan dan melakukan kamuflase sehingga organisasi mengalami kebingungan dalam menemukan arah strategisnya, dan (4) tipe ambigu, yaitu organisasi yang dipenuhi dengan kompleksitas masalah, ketidakpastian dan penipuan. Pemahaman manajer akan tipe-tipe organisasi tersebut akan memudahkan manajer untuk melakukan tindakan atau pengambilan keputusan strategis.
Pengelolaan sistem manajemen yang inovatif pada sebuah organisasi berakibat adanya kemampuan dari organisasi tersebut untuk dapat beradaptasi dan mengantisipasi perubahan di dalam dan luar organisasi. Dalam sebuah organisasi yang inovatif terdapat upaya-upaya atau makanisme dan sistem untuk mendapatkan feed-backdari masyarakat atau menjalankan organisasi secara terbuka terhadap masyarakat. Budaya menutup diri yang selama ini dominan pada lembaga pendidikan menjadi penyebab lembaga pendidikan sulit mengembangkan sistem inovasi. Rogers (1983) menyebutkan faktor yang mempngaruhi inovasi antara lain saluran komunikasi. Oleh sebab itu, inovasi hanya akan tumbuh pada organisasi yang terbuka, bukan tertutup.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi dalam organisasi menurut Rogers (1983) yaitu: (1) esensi inovasi, (2) saluran komunikasi, (3) waktu dan proses penerimaan, dan (4) sistem sosial. Menurut John Kenny (2002) beberapa kunci keberhasilan inovasi dalam organisasi yaitu: (1) Dukungan top manajemen atau manajemen senior, (2) Seluruhnya harus memiliki komitmen, (3) Ide-ide harus dieksplorasi dan proses komunikasi berlangsung secara terbuka, (4) Harus tercipta lingkungan yang mendukung, (5) Tim inovasi melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan rinci, dan (6) Lakukan penjadwalan sesuai tahapan.
Penerapan inovasi dalam manajemen organisasi memang tidak mudah.
Udin Saepudin Saud (2007) menyebutkan beberapa strategi agar inovasi bisa berjalan dalam organisasi yaitu: (1) strategi fasilitatif, yaitu dengan memberikan fasilitas-fasilitas kepada karyawan agar dapat berinovasi, (2) strategi pendidikan, yaitu melakukan training dan pendidikan bagi karyawan agar mereka mampu berinovasi, (3) strategi persuasive, yaitu membujuk karyawan agar dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya bagi organisasi, dan (4) strategi paksaan, yaitu memaksa dengan atauran dan lainya agar karyawan secara terpaksa berinovasi.
Udin Saepudin Saud (2007) menyebutkan beberapa strategi agar inovasi bisa berjalan dalam organisasi yaitu: (1) strategi fasilitatif, yaitu dengan memberikan fasilitas-fasilitas kepada karyawan agar dapat berinovasi, (2) strategi pendidikan, yaitu melakukan training dan pendidikan bagi karyawan agar mereka mampu berinovasi, (3) strategi persuasive, yaitu membujuk karyawan agar dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya bagi organisasi, dan (4) strategi paksaan, yaitu memaksa dengan atauran dan lainya agar karyawan secara terpaksa berinovasi.
Tom Kelley (2001) menyebutkan bahwa inovasi dalam organisasi harus dijadikan sebagai yang paling utama dalam organisasi (innovation at the top). Adapun metode untuk mencapai hal tersebut yaitu pemahaman akan apa yang diinginkan oleh masyarakat (to understand current perception), melakukan evaluasi dan mengimplementasikan apa yang terbaik bagi masyarakat. Dengan kata lain agar organisasi selalu inovatif yaitu organisasi harus terus menerus tersambung dengan persepsi dan kebutuhan masyarakat.
Huberman (2000) menyebutkan beberapa hambatan utama dalam implementasi inovasi dalam organisasi yaitu: (1) Mental Block, yaitu hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap mental yang meliputi: salah persepsi atau asumsi, cenderung berfikir negatif, dihatui oleh kecemasan dan kegagalan, tidak mau menanggung risiko terlalu dalam, malas, saat ini berada pada daerah “nyaman dan aman”, cenderung resisten/menolak setiap perubahan, (2) Culture Block, yaitu hambatan yang lebih disebabkan budaya seperti: adat yang sudah mengakar dan mentradisi, taat terhadap tradisi, ada perasaan “berdosa atau bersalah” jika melanggar adat dan tradisi, dan (3) Social Block, yaitu hambatan sebagai akibat dari faktor sosial dan pranata masyarakat, antara lain: perbedaaan suku, agama, dan ras, perbedaan sosial ekonomi, arogansi primordial, dan fanatisme yang tidak terkontrol.
Memperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keinovatifan yang rendah disebabkan oleh sikap pengelola pendidikan yang tidak peduli pada masalah yang terjadi dalam masyarakat, desain organisasi yang tidak responsif, dan kuatnya hambatan mental, sosial, serta budaya. Solusi yang diperlukan agar penyelenggaraan sistem manajemen responsif dan cepat tanggap pada perubahan dan pembaruan yaitu dengan melakukan reframing secara menyeluruh, baik reframing struktur, SDM, kultur, maupun politik.
3. Respon yang Diperlukan
Jika saya memiliki wewenang untuk memperbaiki pengelolaan pendidikan, maka kebijakan yang saya akan berlakukan yaitu: (1) adanya gerakan redefinisi pendidikan sesuai kebutuhan sekarang dan masa depan, (2) melakukan reframing secara menyeluruh terhadap struktur organisasi, human resources, dan politik pendidikan, dan (3) memperkuat sistem informasi manajemen pendidikan (SIMP).
Gerakan redefinisi pendidikan menurut saya perlu dilakukan. Sebuah inovasi pendidikan tidak akan berhasil dengan baik jika pihak yang terlibat dalam pembaruan pendidikan tidak mengerti hakikat pembaruan yang dikehendaki. Ellsworth (2000) menyebutkan bahwa dalam inovasi atau pembaruan memerlukan adanya bimbingan terhadap semua upaya perubahan melalui pemahaman sistem secara kontekstual (need guide all our change effort with a system understanding of the context).
Redefinisi pendidikan harus mengandalkan hasil-hasil riset atas bidang pendidikan. Riset tidak hanya diperlukan untuk memperbaiki manajemen sistem pendidikan, tetapi harus memperhatikan riset-riset mengenai otak dan riset lain yang bermanfaat dalam penyelenggaraan belajar mengajar. Definisi pendidikan harus mencakup hal-hal baru dan tren di masa depan, seperti anti kekerasan, pluralisme, HAM, perdamaian, keterbukaan, tanggung jawab, pendidikan sepanjang hayat, dan pendidikan kecakapan hidup. Tanpa definisi yang jelas mengenai pendidikan, maka upaya perbaikan pengelolaan pendidikan akan susah dilakukan.
Upaya untuk meredifinisi pendidikan akan melibatkan banyak pihak, khususnya para peneliti dalam bidang Neuroscience, psikologi, sosiologi, ahli tekonologi komunikasi, dan para guru. Share dengan para peneliti akan sangat membantu dalam menemukan masalah pendidikan sekaligus melakukan redefinisi pendidikan sehingga masalah pendidikan akan lebih mudah didekati dan dipecahkan.
Kebijakan selanjutnya yaitu melakukan reframing yang menyeluruh. Bolman dan Deal menjelaskan teori reframing organisasi, yaitu: (1) Teori Six Sigma Way, yaitu memperbaiki organisasi melalui peningkatan kemampuan struktur organisasi agar secara struktur organisasi bisa menangani berbagai perkembangan di internal maupun eksternal organisasi, (2) Teori Primal Leadersip, yaitu memperbaiki organisasi melalui peningkatan kapabilitas dan kapasitas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi, (3) Teori Machiavelli, yaitu perbaikan organisasi melalui peningkatan kemampuan bersaing dan berkompetisi antar karyawan, dan (4) Teori Worst to First, yaitu perbaikan organisasi melalui perbaikan budaya organisasi. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka kebijakan yang saya akan ambil dalam reframing organisasi akan meliputi perbaikan struktur, perbaikan SDM, perbaikan sistem bersaing, dan memperkuat nilai-nilai dan budaya organisasi.
Perbaikan pada struktur organisasi pendidikan difokuskan pada penguatan lembaga kontrol atau penjamin mutu pendidikan. Lembaga tersebut sekarang ini dirasakan paling lemah. Selama ini Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) kewenangan dan areanya terbatas, oleh karena itu LPMP perlu lebih diberdayakan. Implementasi kebijakan apapun harus diiringi dengan pengawasan dan penegakan aturan. Oleh sebab itu, lembaga pengawas harus diberikan porsi kewenangan yang besar untuk memajukan pendidikan.
Perbaikan pada SDM organisasi pendidikan difokuskan pada peningkatan kapasitas dan kabilitas tenaga pendidikan. Kebijakan saya yaitu pemberlakukan sosialisasi hasil-hasil penelitian dibidang pendidikan serta menyiapkan guru-guru agar mampu menggunakan berbagai metode sesuai tantangan yang dihadapi oleh guru. Berdasarkan kenyataan tersebut maka saya akan memberlakukan in the job training secara berkelanjutan dan sistematis untuk guru-guru di seluruh Indonesia.
Perbaikan pada politik pendidikan yaitu peningkatan politik anggaran dan alokasi anggaran serta pembiayaan. Anggaran pendidikan masih kecil dan masih terjadi ketidakpastian pembiayaan. Selain anggaran dan pembiayaan juga harus ada sistem pembayaran yang adil. Sekarang ini rajin malas dibayar sama. Keadaan tersebut menyebabkan tidak muncul persaingan antar karyawan dan melemahkan karyawan yang awalnya memiliki motivasi yang tinggi. Kebijakan yang saya akan berlakukan dalam pengelolaan pendidikan adalah memunculkan budaya bersiang yang sehat dan berkelanjutan serta penetapan kepastian pembiayaan dan anggaran.
Perbaikan pada budaya organisasi difokuskan pada peningkatan budaya mutu dan inovasi. Lemahnya budaya mutu dan inovasi menyebabkan hasil pendidikan Indonesia rendah. Laporan peringkat dunia menunjukan posisi Indonesia di ASEAN saja kalah. Oleh sebab itu, kebijakan yang saya berlakukan adalah meningkatkan budaya mutu dan inovasi di lembaga pendidikan. Salah satu caranya yaitu dengan memperbaiki sistem komunikasi dan reward and punishment di lembaga pendidikan. Rewardterpinting adalah pemberian gaji sesuai standar. Oleh sebab itu, dana pendidikan harus diberikan kepastian. Selama ini banyak guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebab zone of acceptancemereka masih terlalu kecil akibat mereka tidak dibayar sesuai standar, komunikasi dan trust diantara pelaksana pendidikan yang masih lemah.
Kebijakan yang saya akan berlakukan selanjutnya adalah memperkuat sistem informasi manajemen pendidikan. Sistem informasi manajemen (SIM) pendidikan adalah sebuah sistem manusia/mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam organisasi pendidikan. Melalui kebijakan ini diharapkan semua kompleksitas organisasi bisa menjadi lebih sederhana karena manusia dalam organisasi maupun luar organisasi akan lebih mudah berkomunikasi. Kelemahan lembaga pendidikan selama ini yaitu ketertutupan dan tidak mau mendengarkan keluhan masyarakat, maka ketertutupan tersebut dengan SIMP akan bisa dihilangkan. Proses komunikasi internal dan eksternal akan berjalan lebih cepat dan lebih baik. Oleh sebab itu, fokus kebijakan saya adalah memperkuat SIMP pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jika dipercaya untuk memperbaiki pengelolaan pendidikan, maka kebijakan saya dalam pengelolaan pendidikan yaitu: mengadaptasi hasil-hasil riset dalam pendidikan, melakukan reframingmenyeluruh (struktur, SDM, politik, budaya dan budget), serta memberlakukan manajemen terbuka melalui penguatan SIM pendidikan.
KESIMPULAN
Temuan-temuan penelitian Neuroscience (riset terhadap otak manusia) yang dikaitkan dengan pendidikan sangat penting untuk peningkatan dan perbaikan kualitas pendidikan.
Kondisi penyelenggaraan sistem manajemen pendidikan yang ada sekarang ini terkesan reaktif terhadap masalah-masalah pendidikan dan amat lamban dalam mengadopsi temuan-temuan baru. Penyebab terjadinya hal tersebut karena organisasi pendidikan tidak menggunakan sistem yang inovatif atau sistem yang pro-perubahan.
Memperbaiki pengelolaan pendidikan diperlukan beberapa kebijakan antara lain pengelolaan mengadaptasi hasil-hasil riset dalam pendidikan, melakukan reframing menyeluruh (struktur, SDM, politik, budaya dan budget), serta memberlakukan manajemen terbuka melalui penguatan SIM pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bolman, Lee G., Terrence E. Deal, Reframing Organization, San Francisco, Jossey-Bass, 2003
Diamond, Ian, Neuroscience and Education: Issues and Opportunities, TLRP and ESRC, 2001
Kates, A. Galbraith, J.R., Designing Your Organization, San Francisco: John Wiley Sons, 2007
Kelley, Tom, The Art of Innovation, NewYork: Doubleday, 2001
Lussier, Achua, Effective Leadership, USA: University of Virginia’s College at Wise, 2010
Mintzberg, Henry, Structure in Fives, Designing Effective Organizations, Prentice Hall, USA, 2003
Slamet Suyanto, Hasil Kajian Neuroscience dan Implikasinya dalam Pendidikan, Makalah, Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Biologi di FPMIPA UNY, 2009
Udin Saefudin Saud, Inovasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008
Toto Ruhimat, dkk., Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Rajawali Press,2011.
The Royal Society, Brain Waves Module 2: Neuroscience: implications for education and lifelong learning, London SW1Y 5AG : 2011
*Doktor Manajemen Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Dosen Unpak Bogor.
Tag: Neuroscience
Tidak ada komentar:
Posting Komentar