Mejelang bulan juli (juli 2012) sudah dibuka PSB di beberapa SD sampai SMA negeri bahkan kalau sekolah swasta malah sudah menyetopnya dan mereka berbondong-bondong untuk mendaftarkan anaknya terlebih dahulu ke sekolah negeri sebelum alternatif masuk sekolah swasta baik yang biasa maupun yang ada IT (SDIT=sekolah dasar Islam terpadu) yang diplesetkan terpadu (=termahal) dengan alasan sekolah negeri masih paling berkualitas selain yang salah satunya masuk negeri yang katanya SPP-nya sudah digratiskan sehingga animo ini menyebabkan orang tua siswa kalau berbagai cara melakukan berbagai jalur untuk bisa masuk lewat resmi atau belakang tanpa mempertimbangkan kemampuan anak kelak.
Bagi kita sekarang yang penting, "wani piro? ", begitu kata ibu-ibu yang pusing dengan sistem PSB disalah satu SMP Negeri yang nampaknya sudah melibatkan siapapun dari pejabat RW, kelurahan dengan berbagai jatah sampai salah satunya dari oknum anggota dewan yang ikut berbisnis ala pendidikan lewat belakang dengan memanfaatkan jatah masuk dengan tarif antara Rp 500-ooo-Rp. 1.000.000,-.
"Pendidikan macam apa ini, rusak bangsa ini?" keluh bang Togar yang kerjaannya kernet yang punya anak yang baru masuk SMP tapi masih bingung dengan biaya segudang.
Setelah masuk katanya bebas SPP dan tidak boleh menjual belikan LKS jadi terasa lucu untuk mendapatkan LKS harus diambil di tukang beras atas nama oknum gurunya, begitu juga ada uang untuk pagar dan lain-lain yang tak terduga. Anehnya sebenarnya sudah bukan rahasia umum lagi kalau ada transaksi seperti itu ada dikarenakan di sekolah tidak boleh ada jual beli buku paket.
Semua itu mentalitas rendah dan pendidikan yang dimulai dengan mentalitas pembodohan akan menghasilkan mentalitas yang tak begitu jauh saat mereka lulus dengan UN yang tersistematis tidak jujur, begitu bekerja dan menjadi pejabat-pun sama sehingga jangan kaget kalau masuk sekolah dan lulus saja melalui jalur tidak jujur, biasanya diteruskan dengan ketidak jujuran lainnya ketika masuk kerja juga melalui jalur sogok-menyogok sehingga lahirlah generasi Gayus yang cerdas secara intelektual tapi miskin secara moral dan berakhir pada elektabilitas yang tadinya pendidikan dengan tujuan pencerdasan bangsa berubah menjadi pengekkploitasian sekolah oleh berbagai stake holder dan sekolah hanya dijadikan ajang bisnis semata bagi institusi dan ajang gengsi bagi masyarakat pada umumnya dan melupakan nilai moral dan nilai mentalitas yang bobrok dan hasilnya bisa diketahui ranking SDM kita sangat bobrok dibandingkan negara lain.
Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) mengklaim indeks pembangunan manusia (IPM), alias kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada 2011 mengalami kenaikan dari 0,600 pada 2010 menjadi 0,617 pada 2011. Namun pada tingkat ASEAN, rangking SDM Indonesia berada di bawah Malaysia (61), Singapura (26) dan Brunei Darussalam (33). Negara ASEAN yang rangking IPM-nya di bawah Indonesia adalah Vietnam (128), Timor Leste (147), dan Myanmar (149).
Penelitian UNDP mengamati tingkat rata-rata lama penduduk mengenyam pendidikan (mean years of schooling). Data dari UNDP menyebutkan, tahun ini rata-rata penduduk Indonesia mengenyam pendidikan hanya 5,8 tahun. Itu artinya, versi UNDP banyak penduduk Indonesia yang tidak lulus SD. Sebab, lama belajar di tingkat SD adalah enam tahun.
Siapa yang menolong pendidikan kita selain kita masyarakat dan pelaku pendidikan, jawabannya : Hentikan semua ketidak jujuran yang sistematis ini?
(Sumber : berbagai sumber )
.
Menurut data dari Human Development Indeks, Indonesia berada pada peringkat 108 di dunia dari segi Kualitas SDM.
Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) mengklaim indeks pembangunan manusia (IPM), alias kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada 2011 mengalami kenaikan dari 0,600 pada 2010 menjadi 0,617 pada 2011. Namun pada tingkat ASEAN, rangking SDM Indonesia berada di bawah Malaysia (61), Singapura (26) dan Brunei Darussalam (33). Negara ASEAN yang rangking IPM-nya di bawah Indonesia adalah Vietnam (128), Timor Leste (147), dan Myanmar (149).
Penelitian UNDP mengamati tingkat rata-rata lama penduduk mengenyam pendidikan (mean years of schooling). Data dari UNDP menyebutkan, tahun ini rata-rata penduduk Indonesia mengenyam pendidikan hanya 5,8 tahun. Itu artinya, versi UNDP banyak penduduk Indonesia yang tidak lulus SD. Sebab, lama belajar di tingkat SD adalah enam tahun.
Siapa yang menolong pendidikan kita selain kita masyarakat dan pelaku pendidikan, jawabannya : Hentikan semua ketidak jujuran yang sistematis ini?
(Sumber : berbagai sumber )
Tag: Fenomena pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar