Peran seorang Guru dalam membentuk kepribadian para remaja sangat berkaitan erat, setidaknya dalam hidupnya sejak dari taman kanak-kanak hingga kuliah di Perguruan Tinggi, seorang anak, remaja, akan berhubungan langsung dengan para guru atau dosen selama belasan bahkan puluhan tahun lamanya. Jadi bagaimana mungkin peran seorang guru tidak menjadi sesuatu hal yang mendapatkan prioritas lebih dari masyarakat untuk dapat menangkal kenakalan remaja yang semakin hari semakin meresahkan kita. Untuk menahan lajunya angka kasus-kasus kenakalan remaja maka peran aktif para guru harus dioptimalkan. setidaknya dalam kehidupannya setiap hari, seperempat atau setengahnya (5 - 8 jam) waktu seorang remaja akan dihabiskannya bersama dengan para gurunya, baik di sekolah maupun di kampus, bahkan ada dan bahkan banyak keakraban antara para remaja dan gurunya berlanjut positif sampai ke luar lingkungan sekolah atau kampus. Seperti terjadi dalam tetralogi laskar pelangi, bagaimana perjuangan seorang guru, hubungan sosialnya dengan para muridnya telah membentuk para murid menjadi para remaja tangguh, berbudi, dan memiliki cita-cita tinggi, yang bahkan "kenakalan remaja" adalah sesuatu hal yang bahkan tidak pernah terlintas dalam benak mereka, "kenakalan remaja" yang indah, "kenakalan remaja" karena layaknya mobilitas seorang remaja, "Kenakalan Remaja" karena tingginya kreativitas seorang remaja, "kenakalan remaja" yang berdiri di atas jembatan yang benar dan lurus, "kenakalan remaja" yang terarah, "kenakalan remaja" yang tidak melampaui batas, "kenakalan remaja" yang bahkan telah menjadi inspirasi bagi ratusan juta remaja lainnya, "kenakalan remaja" yang bukan "kenakalan Remaja". Cerita berikut ini menggambarkan pola hubungan yang positif antara seorang guru dengan muridnya, seorang remaja, yang terus berlanjut bahkan lama sampai keduanya jauh terpisah oleh jarak dan waktu. Bagaimana seorang guru mampu memberikan seberkas cahaya bagi sang remaja yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang tulus, dan akhirnya mampu menghindarkan sang remaja dari kenakalan remaja yang dapat saja mengancamnya sewaktu-waktu. Maka Guru sebagai penangkal kenakalan remaja adalah satu kalimat yang tepat untuk digaungkan, terlepas dari beberapa kasus (sedikit) oknum guru yang mencoreng citra seorang guru yang malah justru menjadi pelaku dan penyebab kenakalan remaja itu sendiri. Namun bagaimanapun juga citra seorang guru yang dapat dijadikan panutan untuk menangkal kenakalan remaja akan tetap bersinar, terang seperti terangnya mentari yang akan terus menyinari dunia hingga akhir nanti ... Salam hormat dan sayang untuk seluruh guru di dunia yang dengan dedikasi dan semangat pengabdiannya bagi kecerdasan dunia, guru adalah mata tombak dari intelektualitas dunia... |
Suasana pagi yang begitu menyegarkan, membuatku bertambah semangat menyapa hembusan angin nan begitu lembut menelusup ke arah wajahku. Dingin asli, tapi begitu menyegarkan, aku sangat menyenangi bertemu dengan suasana pagi. Mataharinya yang masih menyinari dengan kehangatan nan begitu lembut bersahaja, yang tak begitu membakar. Kicauan burung menyambut kedatanganku ke sekolah ini, tempat aku mentransfer ilmu kepada anak bangsa. Ya sebagai seorang guru, guru salah satu SMA Islami yang ada di kota ini. Kota tempat aku menjejakkan kaki yang Allah takdirkan, di sinilah rejekiku berawal.
Sungguh ini hal yang sangat mengherankan, kenapa aku bisa berprofesi sebagai seorang guru. Sebuah idealismekah atau sebuah pelarian atas kelelahanku mencari tempat agar bisa mengaplikasikan ilmuku setelah tamat sarjana. Padahal aku kuliah di fakultas non kependidikan, tidak ada sama sekali pengalaman mengajar. Semua kulalui dengan wajar, dengan sederhana, dengan modal apa adanya. Semua mengalir begitu saja, dan akhirnya aku sangat mencintai pekerjaan ini, pekerjaan sebagai seorang guru.
Bagiku menjadi seorang guru adalah sebuah tantangan besar, karena selain mengajar kita juga dituntut agar bisa mendidik anak sekaligus. Yach..mengajar sambil mendidik anak, itu tekadku, dan ini harus, tidak boleh tidak. Kalau dipikir-pikir sebenarnya aku tipe orang sangat pendiam dan sangat pemalu, tidak percaya diri, sedikit bicara, selalu berada di duniaku sendiri, karena aku lebih suka berada dalam kesunyian. Aku lebih suka berada jauh dari keramaian dan yang pastinya waktu dulu aku paling takut berhadapan dengan orang banyak, alias grogi.
Jujur saja, pertamakali mengajar aku sempat nervous, gemetar dan suaraku bergetar. Keringat dingin melengkapi kegugupanku, tapi alhamdulillah para siswa tidak terlalu memperhatikan reaksiku saat pertamakali mengajar. Syukurlah, ini langkah awal yang sangat baik, agar aku bertambah percaya diri. “Ayolah Indras, semangatlah mengawali langkahmu di dunia kerja,”kata suara hatiku. Oh, ya maaf aku lupa memperkenalkan diri, maksudnya namaku adalah Pradnya Paramita Sang Indraswari. Entah kenapa orangtuaku memberi nama yang begitu panjang dan agak asing di telinga. Kata mereka itu adalah nama seorang pendekar wanita yang mumpuni yang selalu menolong orang-orang yang lemah. Tapi bagiku itu tidaklah penting, yang terpenting saat ini pada kenyataannya aku adalah seorang guru titik. Apalah arti sebuah nama, tapi nama inilah yang telah membawaku jauh ke kota ini, jauh dari tempat kelahiranku.
Perjalanan yang panjang dan melelahkan sampai aku bisa berada di sebuah daerah yang bahkan sulit terlihat di peta, karena berada di ujung pulau. Pulaunya yang sangat kecil, tapi aneh walau kecil kehidupan di daerah ini begitu maju. Kotanya begitu tertata rapi dan aku merasa betah berada di sini. Serasa berada di sebuah negeri dongeng dengan kehidupan yang begitu teratur, semua objek seakan selalu bercengkerama, bersahabat, begitu asri ramah dan bersahaja. Ini sesuatu kehidupan yang membuatku takjub, ternyata Allah sangat menyayangiku sehingga aku bisa berada di sebuah negeri kayangan seperti versi kanak-kanakku dulu. Ini adalah mimpiku yang menjadi sebuah kenyataan. Aku pernah bermimpi berada di sebuah tempat yang begitu indah, dikelilingi anak-anak yang lucu dan begitu baik, menjadi seorang pendidik di sekolah yang Islami.
Subhannalah, Allah mewujudkan mimpiku, hingga aku bisa berada di sini dan menjadi seorang guru di sekolah yang Islami pula. Karena aku memang sangat menyenangi anak-anak, aku sangat menyukai berinteraksi dengan anak-anak. Apalagi di usia-usia SMA, karena di usia ini mereka berproses dari anak-anak ke usia remaja, bahkan menuju usia dewasa. Tantangannya luar biasa, bagaimana agar kita bisa memposisikan dirikita sebagai seorang guru, orangtua, saudara bahkan sebagai seorang sahabat. Aku bertekad agar bisa menghadapi mereka dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan kasihsayang. Modalku hanya sederhana, bagaimana aku bisa berinteraksi dengan mereka, ya...hanya dengan komunikasi, mengajar dan mendidik, itu saja tidak lebih. Sederhana bukan, itulah langkah awal sebagai bekalku untuk menjadi seorang guru, dan yang utama adalah keyakinanku kepada sang pemilik jiwa Allah swt yang senantiasa berada di setiap langkahku.
“Ibu Indraswari, selamat telah bergabung di sekolah yang sangat sederhana ini,”kata Bu Pitaloka, wakil kepala sekolah di sini. Aku sempat tergeragap, kaget, karena lamunanku tercerabut dengan tiba-tiba akibat sapaan dari Ibu Pitaloka yang begitu keibuan itu. Akhirnya aku tersenyum dan berucap pelan,”iya Bu Pita terimakasih karena bersedia menerimaku mengajar di sini.” Tidak tahukah beliau, betapa aku sangat bersyukur bisa berada di sini, di sekolah yang mereka anggap sederhana ini. Karena di sinilah aku menemukan banyak kasihsayang dari seluruh penghuni sekolah ini. Di sinilah aku begitu di hargai, disayangi dan dicintai sebagai seorang guru. Aku seperti menemukan sesuatu yang belum pernah kurasakan, teman-teman guru yang begitu baik, siswa-siswa yang lucu dan penurut, dan begitu menyayangiku, walau ada juga beberapa orang yang bandel tentunya, tapi sebenarnya mereka anak yang baik.
Tapi aku di sini hanya banyak akan bercerita tentang seorang siswi yang membuatku kagum. Darinya aku banyak belajar banyak hal, bagaimana kita bisa memilah-milah segala sesuatu sesuai situasi dan kondisi. Tidak mencampur adukkan permasalahan di rumah dan di tempat kerja. Darinya aku belajar bagaimana menjadi orang yang sabar, tabah dan kuat. Dan darinya juga aku belajar menjadi orang yang optimis, bahwa Allah Maha Adil terhadap hamba-hamba-Nya. Darinya aku belajar, bahwa menjalani hidup itu haruslah sesuai sunnatullah, mengalir seperti air. Walau terkadang tenang, beriak bahkan berombak, menghempas batu karang, mengalir, meresap ke dasar air. Percayakah dirimu wahai anakku, darimu aku belajar memaknai kehidupan yang penuh tantangan ini, bahwa hidup adalah perjuangan. Ya darimu Melody anakku. Darimu Allah takdirkan Ibu kuat melangkah?
Sampai saat ini silaturahmi antara dirimu dan Ibu masih terjalin dengan baik. Kau memang anak yang baik Melody, walau perjalanan hidupmu tak sebaik sifatmu. Tapi bagimu itu tidak penting, bagimu masalalu adalah tetap masalalu yang tak bisa diputar balik kembali. Dan ia akan selalu menjadi bagian dari hidupmu yang takkan pernah terpisahkan. Melody sering mengalami benturan, bahkan benturan itu sanggup menghempaskan dirinya ke bumi. Tapi sungguh ia sangat teruji dan selalu menjadi pemenang. Melody memiliki karakter dan kepribadian yang kuat. Dari wajah yang cantik terpancar ketenangan yang luar biasa, tidak sekalipun aku melihat kesedihan terbias dari wajahnya. Ketenangan selalu mengiringi langkah-langkah kecilnya, Sepertinya ia tidak pernah mengalami masalah, hidupnya mengalir, aktivitasnya biasa sama seperti siswa-siswi lainnya. Dan memang ia adalah anak yang aktif di sekolah maupun di luar sekolah. Melody selalu melangkah dengan pasti tanpa keraguan, tanpa beban, tanpa masalah. Melody...Melody...bagaimana bisa dirimu begitu kuat menapaki kehidupan yang sangat keras ini.
Pertemuanku dengan Melody ketika dimulainya tahun ajaran baru di sekolah tempat aku mengajar. Dan itupun masa orientasi siswa sudah selesai hampir satu minggu. Saat itu aku mau masuk ke kelas III IPA untuk mulai mengajar, tapi bel masuk belum terdengar, karena aku sengaja lebih awal ke kelas. Sebelum masuk kelas tanpa sengaja aku melihat seorang siswi yang rasa-rasanya masih asing bagiku berada di kelas III IPS. Apa itu murid pindahan atau murid yang memang terlambat masuk karena ada keperluan lain? Siswi tersebut membuatku penasaran sekaligus bertanya-tanya dalam hati. Aku jadi memperhatikan dirinya sesaat dan iapun menoleh sekilas kearahku dengan pandangan asing juga. Namun tak lama kemudian bel masuk berbunyi dan aku langsung masuk ke kelas. Aku mengawali tahun ajaran baru ini dengan diskusi dan meminta murid-muridku menceritakan pengalaman ketika mereka libur panjang.
Selesai mengajar, waktu jam istirahat aku bertanya dengan Ibu Pitaloka, siapa nama murid yang baru masuk tersebut. Oh...ternyata murid pindahan dan namanya cukup unik, Melody ya namanya lengkapnya Nada Melody. Pantas saja aku tidak kenal sebelumnya, karena ia memang murid pindahan dari sekolah lain. Dan aku tidak tahu pasti alasan dirinya pindah ke sekolah yang sederhana ini. Karena memang penampilannya beda dengan murid lainnya. Ia rapi banget dan agak berkelas, juga cantik, kok mau juga ia sekolah di sini, aneh juga ya. Tapi biarlah, orangkan masing-masing punya alasan untuk sekolah dimanapun yang ia senangi. Jujur aja, anaknya agak pendiam bahkan bisa dikatakan sangat pendiam, atau sedikit sombong. Jika murid yang lain kalau ketemu diriku pasti menyapa dengan ramah. Sedangkan Melody hanya melihat kearahku tanpa ekpresi, tanpa beban, itu karena memang takdir yang mengharuskan kami selalu bertemu. Sebab aku juga mengajar di kelasnya, ya mau tidak mau kami harus saling ketemu.
Itulah awal pertemuanku, sekaligus kedekatanku dengan Melody. Dan aku sangat bersyukur dan bahagia bisa menyayangi dan mendidik Melody. Aku terus bertemu dan memang mengajar Melody dari kelas satu sampai ia naik ke kelas tiga. Sampai sejauh itu aku belum mengenal dirinya secara utuh, ia penuh misteri dan selalu membuatku bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana sebenarnya kehidupan Melody secara utuh, aku belum mampu menjangkaunya. Akhirnya ketika ia naik kekelas II, kebetulan juga aku sebagai wali kelasnya. Sebagai wali kelas aku harus berusaha mengetahui latar belakang kehidupan dan keluarga muridku masing-masing. Termasuk juga latar belakang kehidupan Melody siswiku yang selalu berada di dunianya sendiri. Terkuak juga akhirnya siapa Melody sebenarnya, itu kuketahui dari Ibu Pita. Beliau bercerita tanpa kuminta dan memang aku tidak pernah mendesak rekan-rekan guru agar bercerita siapa Melody.
Dari cerita Ibu Pita, kuketahui bahwa Melody terlahir dari keluarga yang tidak utuh, keluarga yang brokenhome. Orangtuanya berpisah ketika Melody berusia 40 hari, tragis dan menyedihkan di usianya yang baru 40 hari, ia sudah terpisah dari orangtuanya. Yang mengasuhnya waktu itu adalah Neneknya, sampai saat ia remaja ia tinggal dengan Nenek dan Tantenya. Tapi sungguh ia tidak pernah kehilangan kasihsayang kedua orangtuanya. Karena kedua orangtuanya selalu melimpahi dirinya kasihsayang, mereka berlomba-lomba mencurahkan kasihsayangnya kepada Melody. Walau orangtuanya masing-masing sudah memiliki keluarga sendiri-sendiri. Melody tegar, Melody kuat dan ia tidak pernah menangis atau menyesali apa yang sudah dialaminya. Kekuatan, ketabahan dan kesabaran yang kumiliki, tidaklah seperti yang dimiliki Melody. Aku sendiri heran kenapa ia tidak pernah menceritakan masalalunya itu padaku. Padahal sudah hampir 2 tahun aku mengenalnya, memang sejak Melody naik ke kelas II baru ia benar-benar dekat denganku. Melody sudah kuanggap seperti anakku sendiri, dan ia juga mengakui bahwa dirinya mendapatkan sosok seorang ibu, yaitu aku.
Waktu kenaikan kelas, yaitu Melody naik ke kelas III, diharuskan kepada semua murid bahwa yang mengambil rapor adalah orangtua, tidak boleh diwakilkan. Ketika pengambilan rapor Melody, datanglah ayah dan ibunya, aku belum bertemu mereka sebelumnya. Dengan spontan dan sedikit mengejutkan diriku, tiba ayah Melody saat kupanggil wali yang harus mengambil rapor Melody, berkata kepadaku,”maaf saya ayah tirinya Melody, saya akan mengambil rapor Melody.” Padahal aku sendiri tidak menanyakan Bapak itu siapanya Melody, dari mulut beliau mengalirlah cerita tentang Melody. Cerita tentang kebanggaannya terhadap Melody, perhatiannya, juga kasihsayangnya terhadap Melody. Dalam hati aku bersyukur karena dia menganggap Melody seperti anak kandungnya sendiri. Ibunya Melody juga terlihat bangga, karena Melody anak yang cerdas, walau mereka sadar bahwa mereka telah merusak dengan utuh kebahagiaan anaknya. Sebesar apapun kasihsayang dan perhatian mereka terhadap Melody tidaklah bisa mengembalikan kebahagiaan Melody yang sempat terengut ketika ia masih bocah merah yang tak pernah mengerti apa yang telah terjadi.
Sejak kejadian dan informasi yang aku dapatkan itu, barulah aku berani bertanya langsung pada Melody. Awalnya karena aku tidak tahu ternyata latar belakang kehidupan Melody sampai seperti itu. Saat itu Melody sedang berbicara denganku di ruang guru. Melody memang jarang berkumpul dengan teman-temannya, ia merasa lebih enjoy jika bersamaku atau dengan Andrew teman akrabnya di kelas yang sudah dianggapnya seperti saudaranya sendiri. Sebelum mengawali pembicaraan aku menatap Melody sesaat, ia heran dan langsung bertanya padaku. “Kenapa Ibu, ada yang salah denganku, atau ada yang ingin Ibu bicarakan?”. Aku menghela napas dan akhirnya berkata,”kenapa Melody tidak pernah cerita sama Ibu tentang masa lalumu, Melody percayakan sama Ibu.” Melody terdiam sesaat, matanya berlinang dan berkaca-kaca, aku sempat menyesali sikapku padanya. Kami akhirnya sama-sama terdiam, berbicara dengan pikiran-pikiran kami sendiri.
Aku bertekad tidak akan memaksa Melody untuk menceritakan siapa dirinya sebenarnya. Biarlah waktu yang menjawab semuanya itu, biarlah Melody dengan sikap dan keputusannya jika memang ia tidak mau berbagi denganku. Ia dekat denganku dan aku menyayanginya itu sudah lebih dari cukup bagiku. Namun Melody akhirnya cerita juga siapa dirinya dan bagaimana latar belakang kehidupannya. Sama seperti yang kudapatkan informasinya dari Ibu Pitaloka. Dan Melodypun berkata setelah mengakhiri ceritanya,”Ibu, masalah di rumahkan tidak mesti dan harus dibawa ke sekolah, masa laluku adalah tetap menjadi masa lalu.” “Aku tidak mau terbelenggu dengan masalalu yang dapat membuat langkahku terbatas, aku tidak mau terpuruk dengan kehidupan getirku.” “Ibu, Melody harus menjadi orang yang tegar dan berusaha menjadi orang yang bisa memilah-milah masalah sesuai situasi dan kondisinya”.
Ya, kamu benar Melody, kita tidak harus berjalan mundur kebelakang, karena masih ada hari ini dan hari esok yang akan kita jalani. Kita tidak mesti membelenggu dirikita dengan masalalu yang membuat kita bisa hancur. Mengalirlah, jalanilah kehidupan ini dengan keyakinan pada sang pencipta-Mu, bahwa Ia tidak pernah lalai pada hamba-hamba-Nya. Betapa Allah sangat menyayangimu Melody, Ia mempertemukanmu dengan orang-orang yang begitu perhatian dan sayang padamu. Percayakah dirimu Melody, bahwa banyak orang-orang disekelilingmu yang sangat menyayangimu dengan tulus tanpa pamrih. Ada aku Ibumu yang sampai detik ini tetap mengasihimu. Yang banyak belajar darimu tentang bagaimana mengelola sikap.
Aku mendampingi Melody sampai dia kelas III, dia berada di kelas III IPA dan waktu di kelas III barulah aku menjadi wali kelasnya. Jadi itu membuatku lebih leluasa menggali informasi tentang Melody. Karena sebagai wali kelas, aku harus tahu latar belakang masing-masing siswaku dan tak terkecuali Melody. Ada hal yang selalu membuatku terharu dan terkadang agak membuatku tidak nyaman tentang kebiasaan Melody. Jika aku lagi ada jadwal mengajar di kelas III IPS, dan kebetulan kelas Melody lagi ada jam kosong, karena gurunya berhalangan hadir. Melody selalu ikut denganku masuk di kelas III IPS, ia duduk dengan santainya seolah-olah lagi belajar. Teman-temannya suka nyeletuk kenapa Melody masuk kelas III IPS, bukankah ia anak kelas III IPA. Aku coba meluruskan dengan suasana hati agak tidak nyaman, karena khawatir siswa lain mengatakan bahwa Melody anak emas, anak kesayangan Ibu Indraswari. Sungguh benar-benar situasi yang tidak enak. Tapi aku bangga pada Melody, karena ia lebih memilih mendengarkan aku mengajar dibandingkan ngobrol hal yang tidak penting dengan teman-temannya. Secara tidak langsung ia juga mendapatkan ilmu baru.
Kebiasaan itu bukan hanya sekali dilakukan oleh Melody, tapi berkali-kali. Disatu sisi aku merasa tenang karena Melody merasa bahagia jika bersamaku yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Kebiasaan itu tidak hanya dilakukan pada jam pelajaran yang memang lagi kosong, tapi saat jam istirahat ia suka ngobrol denganku dibandingkan dengan temannya yang lain. Memang kuakui Melody agak menutup diri dengan teman-temannya yang lain. Tapi teman-temannya sudah sangat memahami sikap dan kebiasaan Melody. Bukan artinya Melody anak yang sombong, sama sekali tidak, ia tetap berteman dengan murid lainnya, terutama Andrew.
Jika ada waktu luang Melody selalu menyempatkan waktu main ke rumah, mengunjungi diriku ibu gurunya, yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri. Terimakasih Melody, karena memang dirimu tak pernah melupakan ibu, sampai saat ini, sampai dirimu berkeluarga dan sudah memiliki anak. Ternyata sikapmu tidak berubah, kau tetap Melodyku yang selalu membuatku terharu sekaligus juga bangga. Kita tetap menjalin silaturahmi dengan baik. Ibu selalu berdoa agar Allah selalu menjagamu, memberimu yang terbaik, dan insya Allah ibu yakin kau sanggup menghadapi badai yang selalu menghadangmu. Dan ibu tahu bahwa kau perlu lentera dan alas kaki, agar dirimu kuat melangkah.
Percayalah Melody, ada Allah yang selalu melindungimu, menguatkanmu, menjagamu, yang tak pernah sedikitpun meninggalkanmu, yang mencintaimu tanpa batas, ada ibu yang insya Allah selalu akan hadir mengiringi langkah-langkahmu. Hidup memang penuh perjuangan, dan kau telah membuktikan semua itu, kau terus melangkah walau kehidupanmu tidak seperti kehidupan teman-temanmu yang lain. Salam sayang untuk bidadarimu, permata hatimu, belahan hati dan buah hatimu, semoga ia dapat menyejukkan hati dan matamu. Salam sayang ibu karena Allah semata untukmu Melodyku.
(medio, akhir desember 2008, mengenangmu anakku melody,ketika awal silaturahmi kita, trims telah selalu mengingatku ibumu)
Sumber : Rustinah di http://rustinah.multiply.com.
Tag: Kisah Pendidik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar