Islam Berbicara Soal Anak


A.  HAK ANAK SEBELUM DILAHIRKAN
     Dalam dokumen UNESCO yang dikeluarkan PBB sama-sekali tidak disinggung hak anak terhadap ayahnya sebelum Ia dilahirkan yakni dengan memilihkan seorang ibu yang ideal. Akan tetapi, agama Islam telah menggariskan perihal ini dengan jelas dan nyata. Sang ayah diperintahkan memilih calon istri dan ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak. Begitu pula terhadap sang ibu. Sang ibu juga diperintahkan untuk memilih calon suami dan ayah untuk anak-anaknya dengan cermat. Dengan demikian, Islam telah menjamin lahirnya generasi yang baik, sehat dan penuh berkah.
     
      Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Wanita itu dinikahi karena empat hal, yakni karena hartanya, kecantikannya, status sosialnya (keturunannya) dan agamanya. Maka rebutlah (utamakan) agamanya maka kedua tanganmu akan mendapatkan keberkahan.” (HR.)
     Dari sabda diatas dapat kita petik makna mendalam bahwa Rasullah SAW mengingatkan, wanita yang sholeh dan berakhlak luhur merupakan pangkal kebajikan dan keberkahan dalam keluarga. Hanya wanita yang sholeh lah yang dapat memberikan bimbingan dan pendidikan yang baik karena sudah tentu dia senantiasa berhubungan dengan Allah Ta’ala baik pada siang hari maupun pada malam hari. Wanita yang sholeh akan taat pada suaminya. Ia akan selalu memelihara dengan baik kehormatan dan hartanya sehingga sang suami akan menaruh kepercayaan penuh padanya. Sang suami bisa menekuni pekerjaannya dan dapat meningkatkan produktifitasnya.
     
    Islam sangat menekankan pentingnya calon suami memilih calon isteri yang sholehah. Calon isteri pun amat dianjurkan memilih calon suami yang sholeh. Hal ini seperti yang diwasiatkan Rasulullah SAW kepada calon isteri dan keluarganya:

   “Apabila datang kepada kalian seorang peminang yang kalian senangi agama dan akhlaknya maka cepat-cepatlah dikawinkan. Kalau kalian tidak melakukannya maka akan timbul fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”
     
    Dari keterangan diatas kita memahami bahwa kesuksessan calon suami bukan tergantung dari besar harta yang dimilikinya. Seorang isteri yang sukses pun bukan tergantung dari kecantikan yang dimilikinya. Islam bahkan melarang calon suami menikah dengan isteeri yang cantik bila kecantikannya tidak didukung oleh nilai-nilai akhlak yang kuat. Hal ini cukup tegas diperingatkan oleh Rasulullah Saw: “Hati-hatilah dari wanita cantik yang dilahirkan dari keluarga yang buruk”
      
     Karena itulah, ketika Umar bin Khattab Ra ditanya, maka Ia menjawab, “Hendaklah ia memilihkan ibu yang sholehah, nama yang baik dan mengajarinya Al Qur’anul Karim”.



B.  HAK ANAK PADA WAKTU DI LAHIRKAN

   Allah Ta’ala berfirman bahwasanya harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Allah SWT didalam ayatNya melukiskan bahwa anak-anak adalah perhiasan dunia. Selain itu Allah Ta’ala juga telah menyatakan bahwa kekuasaanNya sajalah yang menetukan penciptaannya, baik laki-laki maupun perempuan, kaya atau miskin, panjang atau pendek umur mereka.

    Orang tua tidak memiliki peran dan kemampuan dalam hal itu. Islam hanya berusaha melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan penting, antara lain memerintahkan agar mengumandangkan adzan ke telinga kanan dan iqomat ke telinga kirinya dengan maksud agar asma Allah Ta’ala suara yang pertama kali terdengar ditelinganya.

    Kini sudah mulai terdengar sumbang sementara orang mengantakan bahwa Al Qur’anul Karim terlalu berat bagi anak-anak. Oleh karena itu, menurut mereka anak-anak tidak perlu disuruh belajar ayat-ayat Qur’an padahal sesungguhnya penyampaian Al Qur’anul Karim dengan dialek Bahasa Arab asli serta dengan alunan suara yang merdu ketelinga anak-anak sejak kecil mempunyai pengaruh besar bagi hari depan mereka. Seperti menjadi fasihnya mereka dalam pengucapan, mampu merasakan lezatnya Bahasa, sekaligus bedayaguna untuk membina kepribadian yang baik. Kalau tidak demikian bagaimana kita bisa menafsirkan pentingnya azan dan iqomat di kedua telinga anak yang baru dilahirkan itu?

    Dalam diri manusia terdapat berbagai kekuatan dan kemampuan terpendam dan system penerima canggih yang diungkapkan ilmu pengetahuan setiap hari hingga hari kiaamat tiba.

   Sebagai Ad Diinul Haq yang syarat dengan rahmat dan kasih saying. Islam menetapkan salah satu hak anak –anak yang baru dilahirkan yakni menyelenggarakan aqiqah itu berarti memotong hewan sebagai pernyataan rasa syukur kita kepada Allah  Ta’ala telah menganugerahkan anak kepada kita dengan mengadakan walimah mengundang para keluarga, tetangga dan fakir miskin agar membudidayakan syukur dan memasyarakatkan doa kepada Allah Ta’ala atas Rahman dan Rahim-Nya.

  Diriwayatkan noleh Al Bukhari dari Sumrah bahwa Nabi SAW pernah bersabda: “Semua anak tergantung pada aqiqah yang dipotong pada hari ketujuhnya. Pada hari itu juga diberikan nama dan rambutnya (anak laki-laki) dicukur.”
   
    Riwayat Ahmad dari Aisyah menyatakan lebih jelas: “Bagi anak lai-laki (dipotong) dua ekor kambing dan bagi anak perempuan seekor kambing”

  Sementara ulama ada yang mewajibkan aqiqah karena selain mengandung unsur pengorbanan dan keberkahan juga merupakan doa bagi ank-anak yang baru dilahirkan. Bahkan mereka membolehkan orang tua yang tidak memiliki uang lebih agar mencari pinjaman uang untuk menyelenggarakan walimah jauh lebih baik dari sekedar menyedekkahkan hartanya. Seperti halnya Allah Ta’ala memberikan contoh, memotong qurban sebagai tebusan bagi Ismail AS dan merupakan sarana pendekatan kepada Allah Ta’ala begitu pula dengan aiqah. Aqiqah merupakan ibadah, pengorbanan dan tebusan bagi anak yang baru dilahirkan.

     Perlu diperhatikan, Allah Ta’ala melebihkan anak laki-laki dari anak perempuan dalam wasiat baik dalam diyat, dalam kesaksian maupun aqiqah.


C.  TANGIS ANAK DAN CARA MENGGENDONGNYA

     Dewasa ini terdengar suara medis yang menganjurkan pentingnya membiarkan anak-anak bayi menangis dalam sehari tidak kurang dari empat jam. Mereka berpendapat bahwa tangis bayi menolong terbukanya arteri, menguatkan paru-paru dan melancarkan peredaran darah dan mengakibatkan seluruh instrument anggota tubuh. Akibatnya banyak ibu muda yang terpengaruh pada anjuran tersebut. Mereka membiarkan anak-anak nya menangis keras selama empat jam setiap hari. Namun ternyata hasilnya tidak memuaskan baik dari segi kesehatan maupun segi kejiwaan.
     
   Kecintaan Rasulullah Saw terhadap anak luar biasa rahimnya. Baginda Saw tidak sanggup mendengar tangis anak-anak sehingga beliau akan mempercepat sholatnya. Bila shaf belakang terdengar suara tangis anak-anak. Beliau mengatakan alasannya, “Aku tidak suka merisaukan hati ibunya
     
  Tangis sebenarnya merupaka suatu ungkapan satu-satunya yang dimiliki oleh seorang anak, entah mengungkapkan rasa lapar, rasa haus atau rasa tidak nyaman. Lantas bagaimana kita akan membiarkananak menangis dan tidak menghiraukan mereka?
     
    Rasulullah sangat cinta kaepada anak-anak. Pada suatu hari ketika tengah naik mimbar sedng berkhutbah, tiba-tiba beliau melihat Hasan dan Husain (cucu beliau) berkejar-kejaran dan terjatuh. Melihat adegan itu Baginda mengghentikan dulu khutbahnya dan turun dari mimbar kemudian merangkul kedua cucunya. Kemudian belaiu kembali melanjutkan khutbahnya dan bersabda: “Hai manusia, sesungguhnya harta dan anak-anak kalian itu fitnah dan ujian. Kalian melihat sendiri bagaimana aku melihat anak-anak ku berlarian dan terjatuh. Ternyata aku tidak sanggup melihatnya lalu aku menggendong keduanya kesini”.
     
   Pada suatu hari ketika Rasulullah tengah sholat, tiba-tiba Hasan dan Husain menaiki belakangnya (punggungnya) ketika beliau sedang sujud. Mengetahui hal itu pula lalu beliau memperlama sujudnya. Beliau tidak ingin mengganggu kedua cucunya sampai mereka turun sendiri.
    
    Seorang sahabat bertanya: “Mengapa Rasullah memperlama sujud?” Kemudian Rasullah menjawab “Kedua cucuku telah menaiki punggungku dan aku tidak ingin menggesa-gesakannya.”
     Salah satu kesalahan lainnya yang banyak disuarakan adalah membiarkan anak-anak di kamar sendirian kalau sudah diberi makan dan pakaiannya sudah digantikan, ini bermaksud agar tidak biasa digendong oleh anggota keluarga selain untuk memberi kesempatan pada ibunya untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

    Banyak Ibu-Ibu yang membiarkan anak-anaknya.
    Sebagai unjuk rasa karena ditinggal sendirian, tetapi lama kelamaan jadi biasa meskipun bicaranya lambat dan pengertiannya terhadap banyak hal menjadi terbelakang.

   Kata Ustadz Yasin Rusydi, Imam dan Khatib masjid “Al Muwasat” di Iskandria ketika memperingatkan kaum ibu dalam pengajian bulan Ramadhan tentang pentingnya bergurau, menyenangkan, dan menggendong anak dari waktu ke waktu kalau keadaan menghendaki. Anak membutuhkan pelukan, kasih sayang dan suara Ibu.

    Katanya pun “Bukankah bayi itu telah hidup selama Sembilan bulan dalam perut Ibunya, terayun-ayun kalau sang Ibu bergerak dan berjalan? Bayi Senantiasa merindukan ayunan itu. Anak selalu membutuhkan pelukan Ibu. Oleh karena itu kita tidak boleh melarang menikmatinya kalau kita tidak ingin dikatakan kejam kepadanya dan menekan perasaanya.”

D.  HAK MEMBERIKAN NAMA DAN NASAB

    Islam tidak membiarkan apapun dalam agama dan dunia melainkan diselusuri hingga pemberian Nama terhadap sang bayi yang baru dilahirkan. Islam menganjurkan orang tua untuk memilihkan Nama yang baik dan menimbulkan rasa hormat dan senang untuk anaknya.

    Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abi ar Darda’ Rasulullah Saw pernah bersabda: “Pada hari kiamat kelak kalian akan dipanggil dengan nama kalian dan nama kalian dan nama ayah kalian. Maka baik-baiklah memilih nama kalian.”Selanjutkan Rasulullah Saw bersabda pula: “Sesungguhnya nama yang paling menyenangkan Allah ialah Abdullah dan Abdurrahman”

   Dalam sabdanya juga Rasulullah berkata: “Nama yang paling baik adalah yang “hummidah” dan yang “ubbidah” artinya, nama Muhammad, ahmad, Mahmud dan nama Abdul Latif , Abdul Halimdan semua nama Allah dalam Asma’ul Husna karena nama itu mengandung arti pengabdian.”
     Adapun nama-nama yang diharamkan Islam adalah seperti Abdun Nabi, Jibril, Mikail, dan nama-nama malaikat lainnya. Begitu pula nama-nama yang menyedihkan hati seperti Hazin, atau nama-nama yang menakutkan seperti Tsa’labi (srigala), Jahasy (anak keledai), Ghurab (burung gagak) dan Nama lainnya yang biasa kita dengar di desa-desa untuk melindungianak-anak dari hasut dan penyakit.
     
    Begitu sang bayi lahir, Ia langsung dinasabkan kepada ayahnya untuk lebih menguatkan perkawinan kedua orang tuanya. Bila sang bayi lahir dalam keadaan orangtuanya bercerai atau Ia ditinggal mati ayahnya, maka ia tetap dinasabkan pada ayahnya juga.

   Seorang ayah tidak dibenarkan menolak nasab anak itu. Kalau sang ayah menolaknya maka berlaku hukum li’an baginya dihadapan penghulu. Ia harus mengatakan kesaksiannya sebanyak empat kali dengan nama Allah bahwa anak itu memang bukan anaknya dan kesaksian yang kelima menyatakan bahwa bila Ia berbohong maka laknat Allah akan menimpanya.
     
    Sang ibu wajib menyatakan kesaksian sebanyak empat kali dengan Nama Allah bahwa kesaksian lelaki itu (suaminya) itu bohong dan kesaksian yang kelima menyatakan bahwa murka Allah akan menimpa dirinya bila kesaksian lelaki itu (suaminya) memang benar.
     
    Dengan menerapkan hokum li’an tersebut maka terputuslah nasab anak itu dari ayahnya dan Ia dikaitkan dengan ibunya. Setelah itu hakim kemudian memutuskan hubungan suamu-isteri diantara kedua orang itu.
     Islam tidak bisa menerima seorang ayah yang telah mengakui nasab anaknya kemudian setelah itu menolaknya seperti halnya Islam menghaaramkan kepada seseorang perempuan menasabkan bayinya kepada seorang laki-laki yang bukan ayahnya.
     
   Islam tidak bisa menerima seorang ayah yang telah mngakui nasabnya anaknya kemudian setelah itu menolaknya, seperti halnya Islam mengharamkan kepada seseorang perempuan menasabkan bayinya kepada seorang lelaki yang bukan ayah bayi tersebut hanya dikarenakan menaruh ras permusuhan dan dendam.
     
   Rasulullah Saw bersabda: “Tidak dibenarkan seorang perempuan manapun memasukkan seorang lelaki kedalam suatu kaum yang bukan dari mereka. Hal tersebut tidak dapat dibenarkan Allah sedikitpun dan dia tidak akan dimasukkan kedalam surga-Nya. Seorang lelaki manapun yang mengingkari anaknya sendiri padahal ia mengetahuinya maka Allah tidak akan sudi menampakkan diri-Nya kepadanya dan Dia akan menelanjangi rahasianya dihadapan orang-orang terdahulu dan yang terakhir.”

E.  KHITAN

    Rasulullah Saw bersabda: “Ada lima masalah dari fitrah yaitu berkhitan, memotong bulu dibawah perut, mencukur kumis, menggunting kuku dan mencabut bulu ketiak.” (HR.Al Bukhari dan Muslim) Rasulullah Saw juga bersabda lagi: “Khitan untuk lelaki dan kehormatan untuk perempuan.” (HR.Ahmad)

   Imam Malik memperkeras kewajiban berkhitan. Menurutnya siapa yang tidak berkhitan maka tidak sah menjadi imam dan tidak diterima kesaksiannya. Harb menceritakan masalah khitan dari Azzhari, katanya, Rasulullah Saw bersabda:  “Barang siapa yang masuk Islam hendaklah berkhitan meskipun ia sudah tua.” Al Bukhari dan Muslim pun telah meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra dari Nabi Saw bahwa Ibrahim As berkhitan pada Usia 80 tahun.

   Allah berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 123 yang artinya “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.
     
   Para ulama Islam berpendapat, selaput kulit yang berada di depan zakar bila tidak dikhitan bisa menyimpan kotoran atau sisa air seni sehingga dapat membatalkan wudhu dan shalat. Oleh karena itu, para kaum salaf melarang kaum muslimin berma’mum dibelakang seorang imam yang tidak di khitan. Shalat orang itu sendiri bisa dinilai beralasan yakni seperti shalatnya seorang yang “beser” yang sebentar-sebentar ingin kencing.
     
    Pada umumnya kaum muslimin berkhitan. Begitu pula halnya dengan orang Yahudi, mereka hampir semua di khitan. Sedangkan umat Nasrani ada dua macam, ada yang dikhitan dan ada pula yang tidak dikhitan.

    Khitan adalah lambang Islam. Dengan khitan dapat dibedakan antara mukmin dengan kafir. Adapula umur yang ideal untuk dikhitan seperti telah diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Jabir Ra dari Rasulullah Saw bahwa pengkhitanan Hasan dan Husein (Cucu Rasulullah Saw) dilakukan pada hari ketujuhnya. Pengkhitanan pada umur tujuh hari itu dibenarkan oleh oleh peneliti terakhir ilmu kedokteran modern.Namun sungguh disayangkan, UNESCO sama-sekali tidak mengindahkan masalah khitan dari segi kesehatan.


F.   MENYUSUI ANAK SECARA ALAMI

   Pada dasarnya setiap ibu menyusui putera puterinya secara alami seperti yang difirmankan Allah Ta’ala dalam Al Qur’anul Karim.: “Para Ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan…” (Al Baqarah ayat 233)
   Ilmu kedokteran modern membuktikan pentingnya menyusui anak secara alami. Pada tiga hari pertama, Ibu mengeluarkan cairan murni yang agak kekuning- kuningan dan tidak begitu banyak. Biasanya ini dinamakan air susu ibu pertama. Cairan ini dapat mencukupi kebutuhan makan bayi dan dapat memberikan kekebalan serta ketahanan tubuh sang bayi terhadap berbagai penyakit pada awal kehidupannya. Air susu ibu berdaya guna memberikan segala kebutuhan bagi bayi untuk tumbuh dengan sehat dan melindunginya dari berbagai radang usus (enteristis).

    Para ahli juga menyatakan bahwa cara menyusui dan memeluk anak ke dada sang ibu akan memberikan rasa tenang dan tentram, juga akan membangkitkan kehangatan dan rasa cinta kasihnya. Hal tersebut akan menimbulkan dampak pada perasaanya pada waktu ia masih bayi sehingga dewasa akan membuatnya menjadi seorang yang penyayang, lemah-lembut dan berbakti pada ibunya.

    Ilmu pengetahuan modern pun menyatakan bahwa susu buatan meskipun bisa menambah berat badan bayi dan memberikan kepuasan dari lapar dan dahaganya akan tetapi bisa menyulitkan pencernaanya sehingga sang anak sering sakit perut, sensitive dan ketahanan tubuhnya lemah. Karena itulah Islam sejak mula menganjurkan ibu-ibu agar menyusui sendiri putera-puterinya selama mungkin dan idealnya selam dua tahun.
   
    Bisa jadi setelah melahirkan sang ibu terserang penyakit dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Dalam keadaan seperti ini tidak ada salahnya ia menggunakan air susu buatan. Bukankah dalam Al Qur’anul Karim sudah memberikan jalan keluar lewat ayat-Nya yang berbunyi: “…Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya…” (Al Baqarah ayat 233)

   Dalam keadaan perceraian (orang tua bercerai) anak-anak pun mempunyai hak atas ayahnya agar dicarikan seorang wanita yang mau menyusui anak-anaknya dengan bayaran atau kesepakatan dengan ibu anak itu untuk menyusuinya, sebagai mana yang telah difirmankan Allah Ta’ala: “…Dan jika mereka (ister-isteri yang sudah ditalaq) Itu sedang hamil maka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah diantara kamu segala sesuatu, dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya” (At Talaq ayat 6)

    Namun cara yang paling baik menurut tuntunan Ilahi adalah agar sang ibu menyusui anaknya sendiri dengan jaminan yang telah ditetapkan Islam untuk dipenuhi oleh suaminya, antara lain firman-Nya: “…dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf…” (Al Baqarah ayat 233)

    Jika si ibu menyapih bayinya sebelum waktu yang ditentukan (dua tahun) maka ia wajib berepakat terlebih dahulu dengan ayah anak tesebut. Apakah akan diberi susu buatan atau diserahkan kepada seorang wanita lain yang biasa menyusuinya yang telah ditetapkan oleh Islam hukumnya sama dengan ibu kandung. Anak itu harus berbakti kepadanya. Ia tidak sah mengawini ibu yang menyusuinya atau mengawini anak-anak kandungnya karena telah menjadi saudara sesusunya.

   Karena itulah Islam sangat menganjurkan kaum muslimin memilih wanita yang akan diserahi tugas menyusui putera-puterinya, baik dari segi kesehatan jasmani, maupun rohani serta akhlaqnya. Ini disebabkan karena anak akan mewarisi akhlaq dan watak orang-orang yang menyusui dan mengasuhnya, karena itulah Islam melarang kaum muslimin menyerahkan putera-puterinya disusui dan diasuh oleh seorang pelacur.

   Al Azhar syarif dalam bukunya Al Manhaj Al Islami fi Ri’ayatit Thufulah, antara lain menyatakan bahwa seorang ibu yang tidak mau menyusui anaknya sendiri tanpa alasan yang memaksa sebenarnya telah mengharamkan dirinya sperti juga telah mengharamkan anak-ankanya dari berbagia hal yang berguna. Menyusui anak secra almai telah terbukti mendatangkan banyak manfaat yang besar, antara lain:
·      Menyuburkan emosi dan rasa tanggung jawab dalam menunaikan tugasnya
·      Menggiatkan alat-alat pencernaanya
·      Mendudukan kembali anggota kelahiranya pada tempatnya yang alami dan tepat
·      Berfungsi mengatur keturunan dan menjarangkan kelahiran
   Ilmu kedokteran modern menyatakan bahwa sebagian besar kanker payudara menyerang Ibu-Ibu yang tidak menyusui putera-puterinya.


G.  WAHAI ORANGTUA TEMANILAH ANAK-ANAKMU

   Ada beberapa orang berpendapat bahwa anak pada dasarnya baik. Kebaikannya itu akan senantiasa menyertainya atua dapat pula memisahkan diri darinya tergantung pada pengaruh-pengaruh yang melingkupi kehidupannya. Ada lagi yang berpendapat anak memasuki alam raya bagaikan kertas putih dan tanpa coretan sifat dan watak. Pengaruh lingkungan yang datang silih bergantilah yang mempengaruhi kehidupannya sehingga terbentuklah ciri-ciri yang asli.

    Pendapat yang pertama dan kedua sama-sama benar namun yang jelas, lingkungan mempunyai pengaruh aktif dan efektif dalam pembentukan kepribadian seorang anak.

    Pengaruh paling kuat yakni diantaranya berbagai pengaruh adalah fakor orang tua. Sejak membuka mata dan telinga, anak selalu merekam dan mengamati tingkah laku kedua orang tuanya. Anak akan terpengaruh dengan semua yang dilihat, didengar dan dirasakannya. Khalifah Umar bin Khathab Ra memperumpamakan lewat penuturannya, “Bayangan tongkat itu tidak bisa lempeng (lurus), kecuali kalau tongkat itu sendiri lempeng (lurus)”

    Oleh karena itu siapa yang menginginkan anak-anaknya berakhlaq baik maka hendaklah Ia memulai dari dirinya sendiri. Ia harus berusaha keras memperbaiki akhlaqnya agar menjadi suri teladan anak-anaknya dalam segalanya. Gaya bicara harus lemah-lembut, benar, dan kalau berjanji harus ditepati.

   Rasulullah Saw lewat sabdanya memberi nasihat kepada kita: “Cintailah anak-anakmu dan kasihi mereka. Kalau kalian berjanji tepatilah janjimu karena mereka tidak melihat kecuali karena kalian memberi makan kepada mereka.”
    
    Kita harus senantiasa menciptakan suasana kasih sayang di dalam rumah sehingga anak-anak dibesarkan dalam suasana tersebut. Fitrahnya lurus, wataknya rahim, bersih dari kuman-kuman penyakit hati seperti dengki, iri, tamak, hasut dan dendam.
     
   Kita berkewajiban senantiasa menyertai anak-anak. Orangtua harus selalu memberikan waktu terbaik kepada mereka. Kita harus menyadari bahwa keberhasilan seorang guru yang utama adalah kemampuannya memberi suri tauladan.
     
     Utbah bin Abi Sofyan pernah berpesan kepada pengajar/guru anak-anak. Ucapnya, “Hendaklah dasar pendidikanmu kepada anakku dilandaskan pada pendidikanmu pada dirimu sendiri karena mata mereka terpaut dengan matamu. Apa yang baik dimata mereka adalah apa yang kau pandang baik dan apa yang buruk di mata mereka adalah apa yag kau pandang buruk.”

   Dengan demikian jelas bahwa dasar pendidikan orang tua dan guru harus berlandaskan pada suri teladan karena suri teladan-lah jalan satu-satunya menuju kesuksesan dalam pendidikan.Pahala yang didapat dari mendidik yang akan diterima di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah Saw: “Kiranya lebih baik bagi kalian mendidikan anak-anaknya daripada bersedekah tiap hari satu sha’.”

        Rasulullah Saw juga berwasiat: “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah akhlaq mereka.”
    


H.  MEMUKUL ANAK

    Berbagai peristiwa kriminal, perampasan, perampokan, pembunuhna, pemerkosaan, balas dendam dan berbagai tindak kekerasan yang di sajikan dilayar televise tidak akan mudah dilupakan oleh anak. Akibatnya, mereka di besarkan dalam keadaan lebih bersemangat, keras hati, bandel, dan mempunyai sifat melawan. Bahkan bisa jadi mereka berpandangan buas dan berkeinginan memuaskan kehausan materialnya.

    Oleh karena itu orang tua dituntut untuk lebih memahami berbagai pengaruh buruk yang sudah merasuk kedalam jiwa anak. Para oranng tua dituntut berusaha sekuat yenaga untuk dapat berdialog dengan akal anak-anaknya dan berbicara dengan hati nurani mereka agar dapat merebut kepercayaan dengan logika dan diskusi yang dapat dimengerti oleh mereka. Kadang-kadang bisa juga dengan nasihat ringan dan jelas atau dengan memberikan dorongan dan gurauan.

   Jika dengan upaya itu belum juga berhasil orang tua dapat melakukan ancaman pukulan. Pemukulan dilaksanakan dengan syarat tidak terlalu menyakitkan.

    Rasulullah Saw berpesan kepada kita dengan sabdanya: “Perintahkanlah anakmu shalat pada usia tujuh tahun dan pukulah mereka (kalau tidak mau melaksanakan sholat) pada umur sepuluh tahun, dan pada usia tersebut pisahkanlah tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan).

   Kalau memang harus terpaksa memukul hindarilah memukul di bagian sekitar wajah dan kepala karena dapat mengakibatkan cacat. Rasulullah Saw melarang kita melempari anak-anak. Ini diucapkan Rasulullah lewat sabdanya: “Lemparan batu tidak mematikan buruan dan tidak menakhlukan musuh, namun ia bisa membutakan mata dan mematahkan gigi.”

   Meskipun pukulan bisa dikatakan salah satu sarana pendidikan namun pelaksanaanya harus diawasikarena memukul anak bisa membunuh rasa kehormatan dirinya dan melemahkan kemuliaan pribadianya. Adapun menggunakan metode lain apabila Sang Ayah harus menghukum anak perempuannya misalnya dengan Cara “mendiamkan” anak selama tiga hari lamanya.

   Cukup tiga malam saja karena anak selalu membutuhkan tegur sapa dari kedua orang tuanya. Jika akil baliq anak harus diposisikan sebagai sahabat dalam berbicara bukan lagi sebagai putri atau putra kecilnya yang belum tau apa-apa.

   Jika para orang tua dan pembimbing senantiasa bersahabat dan mengikuti kegiatanya, mau tahu jalan pikiranya, hidup secara terbuka dan mau bergurau dalam batasan-batasan yang masuk akal maka anak dapat diarahkan dengan baik 


I.     LARANGAN MEMANJAKAN ANAK

Rasulullah Saw pernah bersabda : “Barang siapa yang pergi ke pasar lalu ia membeli hadiah untuk anak-anaknya maka sama dengan orang yang memberi sedekah pada suatu kaum yang sedang membutuhkan dan dimulai dengan wanita sebelum yang pria.”

     Bahkan bersikap rahim pada  anak-anak sangat dianjurkan, sebagimana sabda Rasulullah Saw : “Bukan dari golongan kami, siapa yang tidak mengasihi anak-anak kami.”

   Hanya saja Islam melarang kita memanjakan, memberi kemewahan dan mengajarkan kesenangan hidup kepada mereka karena Rasulullah telah berpesan : “Hati-hatilah bergelimang dalam kenikmatan karena hamba Allah itu bukan orang-orang yang mengejar kenikmatan dunia.”
    “Biasakanlah hidup kasar (dan keras), karena kenikmatan itu tidak abadi”
   Orang yang terbiasa hidup ringan dan lunak, tidak memiliki kejantanan, kesabaran dan keberanian dalam menghadapi kesulitan hidup.

   Begitu pun, Anak-anak yang biasa di besarkan dalam kemewahan dan kemanjaan hampir tidak pernah berperan dalam gelanggang kehidupan umum, terutama dalam arena perjuangan antara haq melawan yang batil. Ia hanya berperan sebagai penonton. Oleh karena itu sungguh Maha benar Allah Yang Maha Agung menfirmankan : “Dan apakah patut  (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan perhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran.” (Az Zukhruf ayat 18)


J.    TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN SEKSUAL

    Pendidikan seksual pada anak yaitu mengajarkan menyadarkan dan berterus terang kepada mereka pada usia akil baliq tentang hal-hal yang berhubungan tentang seks yang ada kaitannya dengan naluri da nada sangkut pautnya dengan perkawinan sehingga kita bisa menerangi jalannya.

    Para Alim ulama sudah menetapkan beberapa pedoman pengetahuan yang baik untuk diberikan tiap tahap usia anak, antara lain :
  • ·   Usia 7-10 tahun biasa dinamakan usia pembeda. Pada usia ini hendaknya mereka diajarkan tata cara meminta izin dan sopan santun dalam memandang
  • ·  Usia 10-14 tahun biasa dinamakan usia murahaqah (muda belia). Sebisa mungkin anakanak dijauhkan dari berbagai hal yang bisa menimbulkan rangsangan seksual. Tempat tidur harus dipisah dan seluruh anggota keluarga, khususnya orangtua harus terus mengamati dan menemani anak-anaknya.
  • ·      Usia 11-16 dinamakan usia akil baliq. Pada usia ini anak-anak diajarkan sopan santun perkawinan bila mereka sudah dipersiapkan untuk menikah, tetapi ajari sopan santun memelihara kehormatan diri bila mereka belum mampu kawin.
  • ·  Sesudah usia 16 tahun orang tua harus pandai bersahabat dengan anak-anaknya. Orang tua haruscberbicaea dalam berbagai hal dengan cara ilmiah


   Kita harus mengulang –ulang firman Allah dalam bentuk hadist Qudsi berikut: “Penglihatan itu ibarat anak panah iblis. Barang siapa yang menjauhinya mereka akan takut kepada-Ku, Aku akan menggantikannya dengan keimanan yang kelezatannya ditemukan didalam kalbunya.”

  Rasulullah Saw bersabda:“Setiap muslim yang melihat pada keindahan seorang wanita, memalingkan pandangan matanya, tentu Allah akan menilainya sebagai ibadah yang kelezatannya akan ditemukan diadalam kalbunya.”

    “Jamin untukku eanam perkara, aku akan menjamin untuk kalian surga yakni bicara jujur, kalau janji harus ditepati, kalau diberi amanat di tunaikan, periharalah farjimu, palingkanlah pandangan matamu dan jagalah tanganmu”

     Allah Swt pun berfirman : “katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman; “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An Nuur ayat 30)
  •     Sumber : Kariman Hamzah,  Islam Berbicara Soal Anak Gema Insani Press1991 Jakart



.


Tag:

Bagikan Ini

Baca Juga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar