Pentingnya Mengenal 4 Karakter Dasar Manusia (Menurut Florence Litteur's Personality Plus) Dalam Mendidik Anak


Florence Litteur, penulis buku terlaris “Personality Plus” menguraikan, ada empat pola watak dasar manusia. Sifat-sifat  tersebut  adalah sanguinis, plegmatis, melankolis, dan koleris.  Mengapa kita perlu  memahami 4 karakter dasar manusia tersebut dalam mendidik anak? Mari kita simak... :)
 
Yang pertama, kata Florence adalah golongan Sanguinis, “Yang Populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senangsekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu
saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir `pendek’, dan hidupnya serba tak beratur. Jika suatu kali anda lihat meja kerja pegawai anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji apalagi bikin planning/rencana. Namun kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak lakukan apapun juga.

Lain lagi dengan tipe kedua, golongan melankoli, “Yang Sempurna”. Agak berseberangan dengan sang sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, namun orang melankoli cenderung menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.

Orang melankoli selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. Karena itu jangan heran jika balita anda yang `melankoli’ tak `kan bisa tidur hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi. Dan jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun istri `melankoli’ anda, sebab betul-betul ia tata-apik sekali, sehingga warnanya, jenisnya, klasifikasi pemakaiannya sudah ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak setiap jenis pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu tiba-tiba jadi lain.

Ketiga, manusia Koleris, “Yang Kuat”. Mereka ini suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada penonton dalam aktivitasnya. Bahkan tamu pun bisa sajaia `suruh’ melalukan sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang `bossy’ itu membuat banyak orang koleris tak punya banyak teman. Orang-orangberusaha menghindar, menjauh agar tak jadi `korban’ karakternya yang suka `ngatur’ dan tak mau kalah itu.

Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, “hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan semua”. Karena itu mereka sangat “goal oriented”,tegas, kuat, cepat dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “ya pasti jadi…” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tak mudah menyerah, tak mudah pula mengalah.

Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, sang Phlegmatis “Cinta Damai”. Kelompok ini tak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri nggak suka. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya nggak terus berkepanjangan.

Kaum phlegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka pastilah parapendengar yang berkerumun itu orang-orang phlegmatis. Sedang yang bicara tentu saja sang Sanguinis.

Kadang sedikit serba salah berurusan dengan para phlegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Jadi kalau anda punya staf atau pegawai phlegmatis, andaharus rajin memotivasinya sampai ia termotivasi sendiri oleh dirinya (dikutip dari ahli.wordpress.com).

Seorang  anak masih mudah ditebak,  tanpa perlu menggunakan tes, untuk bisa mengetahui kepribadian dasar mereka. Sebagai  orangtua, kita  perlu  mengetahui kepribadian dasar buah hati kita. Hal ini akan sangat  berguna. Manfaat  tersebut antara lain:


1. Tahu  bagaimana memperlakukan mereka.
Misalnya  kita  memiliki anak yang sanguinis, dimana ciri-ciri dasar mereka adalah  suka berbicara dan sangat ekspresif. Beberapa orang tua merasa khawatir, saat  mengetahui buah  hatinya sangat  cerewet. Jangan sampai  kita membanding-bandingkan dengan orang  lain, biasanya saudara kandungnya, yang  cenderung  pendiam, dengan mengatakan,”Kamu bisa nggak  seperti kakakmu, pendiam, dan nggak suka bikin keributan.” Atau   dengan banyak  melarang anak yang sanguinis untuk  bicara. Jangan sampai larangan-larangan kita melukai buah hati kita, dan harus menjadi “orang lain”. Hal ini bisa menghambat pertumbuhan kedewasaan sang anak. Akan lebih baik  bila kita mengarahkan “kekurangan”  sang anak tersebut menjadi  sebuah kelebihan yang bermanfaat bagi  dirinya  dan orang  lain, serta demi kebaikan masa depan sang anak. Misalnya, dengan mengajarkan mereka kata-kata  yang  baik, mengajari  mereka menasihati, menghindarkan mereka dari kata-kata yang kasar (yang bisa menyakiti orang lain),  mengajari mereka untuk  berbicara dengan lembut (tidak dengan membentak), sehingga nantinya saat  mereka dewasa, mereka menjadi anak yang baik dalam bertutur kata dan bertindak.

2. Mengenal  potensi dan bakat  anak
Untuk poin yang kedua  ini, saya  akan mengambil  karakter melankolis. Kebanyakan anak melankolis memiliki bakat-bakat di bidang  seni, misalnya bermain piano, menulis, menggambar, dan masih banyak lagi. Hobi mereka cenderung  sesuatu yang membutuhkan konsentrasi dan membutuhkan waktu untuk sendiri untuk mendapatkan hasil yang baik. Bila kita memiliki buah  hati yang bersifat melankolis, akan lebih  baik bila kita mengarahkan bakat  mereka. Bila  buah hati kita suka  menulis, akan lebih baik bila kita mendukung mereka dan membantu  mereka agar bisa mengembangkan bakat  mereka. Kita bisa  membelikan mereka buku-buku  cerita   yang mendidik, memberikan ruang  belajar khusus, tidak  melarang mereka melakukan hobi mereka (yang baik), dan memberikan dukungan terhadap hal-hal baik yang mereka suka. Anak melankolis cenderung suka menyendiri. Tentu  saja bila kita terlalu banyakmereka menyendiri akan memberikan dampak  yang tidak baik bagi masa depan mereka, misalnya mereka bisa  tumbuh  menjadi  anak  yang anti-sosial.  Semua bakat mereka akan menjadi sia-sia bila mereka tidak memiliki  teman (yang bisa diajak  saling belajar), tidak berani tampil, males bersosialisasi, dan berbagai sifat-sifat  anti-sosial  lainnya. Maka kita harus mengarahkan mereka  agar  mereka mau bersosialisasi,  misalnya dengan mengajak mereka jalan-jalan keliling kampong (agar bertemu dengan tetangga dan anak-anak lain), meminta mereka bergabung  dalam organisasi sosial dan agama, mengikutkan mereka dengan bimbingan belajar yang bersifat non-privat, mendorong mereka untuk  berani  tampil (ikut lomba-lomba dan pentas seni), dan masih  banyak  lagi.  Siapa tahu meski buah  hati anda termasuk orang-orang melankolis yang  bisa populer  (karna karya-karya  hebat mereka) seperti  orang-orang  sanguinis (yang memang mudah terkenal karena cerewet dan suka bersosialisasi).

3. Membentuk mereka agar memiliki kedewasaan yang utuh
Anak  yang “bossy” (berlagak seperti bos dan suka mengatur),  adalah sifat   yang dimiliki oleh anak koleris. Bukan sifat yang buruk  memang, semua tergantung bagaimana kita mengarahkan mereka. Akan menjadi buruk bila mereka menjadi susah diatur, dan maunya  ngatur melulu tanpa pertimbangan  yang matang dan tanpa memikirkan perasaan orang lain. Kedewasaan yang utuh yang saya maksud adalah kedewasaan dimana anak bisa menyesuaikan dengan segala lingkungan sosial dan segala pribadi manusia.  Karena tidak mungkin pribadi anak bisa bertumbuh  dengan baik bila dia memiliki 100 persen dari  sifat dasar mereka. Semua orang yang ingin bisa diterima oleh setiap orang  harus  belajar untuk memiliki dan minimal memahami karakter yang  lain. Itulah  pentingnya bersosialisasi dan bimbingan dari orang  tua. Jadi meskipun buah hati kita berkarakter koleris, tetap belajar memahami perasaan orang lain seperti anak melankolis, tetap bisa belajar tersenyum meski hati sedang  gundah seperti anak sanguinis, meski suka mengatur dan cenderung  ingin “berkuasa, namun tetap “cinta damai” seperti anak  plegmatis.
Untuk bisa menjadi  pribadi  yang  dewasa seperti itu, selain mengetahui kekurangan mereka, mereka juga  harus belajar menghilangkan atau minimal mengontrol “kekurangan mereka.

4. Mengendalikan kekurangan 
Menghilangkan kekurangan yang ada di dalam diri  kita hampir tidak  mungkin, karena setiap orang  pasti memiliki  kekurangan. Yang paling mungkin dilakukan adalah mengendalikan kekurangan. Misalnya sifat pemarah, banyak  bicara,  dan terlalu pendiam. Kita bisa mengendalikannya  dengan marah yang  masih memakai akal sehat, banyak  bicara yang   kata-katanya bisa  memberikan manfaat  bagi  diri sendiri serta orang  lain, dan pendiam yang  bisa memberikan suasana damai kala  terjadi pertengkaran.  Bagaimana pun caranya, kita harus mengajak buah  hati kita pentingnya bersosialisasi dan membimbing mereka. Cara terbaik untuk bisa  mengendalikan kekurangan seseorang  adalah dengan belajar menerima kekurangan setiap orang. Cara terbaik bisa menerima kekurangan setiap orang adalah  dengan belajar memahami setiap orang. Dan cara terbaik untuk bisa memahami setiap orang adalah dengan cara bersosialisasi. Tentu saja buah  hati kita masih sangat  membutuhkan bantuan dan bimbingan kita untuk bisa memiliki kedewasaan yang utuh.

SUMBER : http://lagu2anak.blogspot.com/
.


Tag:

Bagikan Ini

Baca Juga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar