A. Pemaknaan istilah.
Sebagai bagian dari manajemen mentoring adalah perlunya adanya pembakuan kurikulum tarbiyah seperti standardisasi, gugus kendali mutu dan pelatihan tenaga Pembina.
B. Tujuan kurikulum mentoring.
Secara global tujuan tarbiyah Islamiyah adalah “menciptakan keadaaan yang kondusif bagi manusia untuk hidup didunia secara lurus dan baik, serta hidup diakhirat dengan naungan ridho dan pahala Allah SWT”
Secara garis besar sasaran mentoring memiliki dua sasaran yaitu :
1. Siswa diharapkan dapat memahami dengan menyeluruh pemahaman mereka terhadap Islam (syamil mutakamil).
Pemahaman yang benar dan menyeluruh ini sangat diperlukan sebagai pondasi atau dasar pemikirnan seseorang. Tidak saja dalam bidang amal ibadah tetapi juga dalam hal aqidah diantara hal-hal yang harus dipahami adalah :
§ Islam sebagai agama yang syamil (sempurna) meliputi segala sisi kehidupan.
§ Al-Qur’an dan as-sunnah sebagai satu-satunya sumber hokum.
§ Beribadah dengan bersungguh-sungguh.
§ Menghindarkan diri dari perbuatan syirik seperti : jimat, mantera da perdukunan.
§ Menerima pesan-pesan rasulullah para sahabat, tabi’in, tabiit tabi’ina dan para ulama salaf maupun khalaf dan tidak mencaci mereka.
§ Meminta pendapat para ulama tentang sesuatu yang belum diketahuinya.
§ Lebih mengutamkaan amal daripada hanya bicara
§ Menyucikan dan mengtauhidkan Allah
§ Menjauhi setiap prilaku bid’ah
§ Berjiarah dengan cara yang disyariatkan oleh rasulullah SAW
§ Tidak mengakafirkan seorang Muslim yang telah bersahadat dan telah menunaikan kewajibannya.
2. Siswa diharapkan dapat memiliki kedisiplinan yang sempurna (al-Iltizamul al-kamil) dengan ciri-ciri sebagai berikut :
§ Paham : meyakini dan memahami Islam sebagai fiqrah yang bersih.
§ Ikhlas : keikhlasan yang tercermin dari ucapan dan perbuatan yang semata-mata mencari ridho Allah.
§ Amal : mala yang dilakukan hendaknya bukan atas kejahilan tetapi atas dasa ilmu yang telah dipelajarinya.
§ Jihad :tahapan jihad yang harus dilakukan yang pertama dengan hati dengan lisan, tulisan dan kekuasaan. Puncaknya adalah bererang dijalan Allah.
§ Pengorbanan : untuk mencpai tujuan perlu adanya pengorbanan baik dengan harta, jiwa, waktu, kehidupan dan segala yang dimilikinya.
§ Taat : melaksanakan perintah dala segala kondidisi.
§ Tsabat : bersungguh-sungguh pada jalan yang mengantarkan pada tujuan.
§ Tajarud : membersihkan pola pikir dari berbagai prinsip dan pengaruh individu.
§ Ukhuwah : hari dan ruh yang terikat dengan akidah adalah wujud persaudaraan yang hakiki.
§ Tsiqoh : kepercayaan yang memberikan rasa puas dari yang dipimpin terhadap yang memimpin dalam hal kepemimpinan dan keihlasan selanjutnya melahirkan rasa cinta, penghargaan dan penghormatan.
C. Metode mentoring.
Aktifitas kegiatan mentoring yang berhasil membutuhkan sebuah metode dan didunia ini tidak metode yang sempurna, tetapi dibutuhkan adanya penyempurnaan. Metode secara sederhana bisa diartikan sebagai strategi untuk mewujudkan suatu tujuan yang sudah ditargetkan sebelumnya. Strategi itu sendiri bisa merupkaan sebuah langkah sistematis yang teruji dilapangan bisa merubah atau mencapai suatu aktifitas inteltual, ruhiyah maupun jiwa manusia.
Bila kita mengamati metode mentoring saat ini ternyata tidak jauh berbeda dengan metode klasikal yang diterapkan dipendidikan formal tetapi perbedaannya terletak pada penekanan aplikasi antara materi dengan perubahan objek pendidikan. begitu sederhana sekali dimana peran mentor (murobbi) begitu kuat pada siswa didik (mutarobbi) sehingga sebelum memegang sebuah kegiatan mentoring diharapkan para mentor harus terlibat secara emosi dengan siswa didiknya (mutarobbi), sehingga mereka bisa menerima transfer nilai-nilai tanpa disadarinya berasal dari nuansa maknawiyah para mentornya seperti penampilan diri (pakaiannya atau jilbabnya), kedisipilinan (komitmen dengan waktu atau komitmen dengan janji), Aktifitas ruhiyah (ikut terlibat dalam aktifitas jama’i atau tidak) atau aktifitas harokah (aktif dalam organisasi atau tidak) dan nilai keihlasan dan ketawadhuannya. Contoh prilaku ini jauh lebih efektif untuk menata dan merubah pola prilaku sesuai dengan muwashofat dalam tarbiyah.
Secara garis besar materi disampaikan bisa melalui presentasi secara classical dimana mentor menyampaiakan materi dasar sesuai dengan tingkatannya. Sedangkan lokasi penyampaian materi bisa dilaksanakan secara pleksibel seperti di mesjid, dihalaman sekolah yang dinaungi pohon ataupun juga bisa dilaksanakan ditempat rekreasi sekalian jalan-jalan (rihlah). Ketika materi disampaiakan bisa diselingi dengan Tanya jawab dan bentuk-bentu permainan (games) yang sesuai dengan tema yang dismapaikan.
Supaya penyampaian materi tidak monoton, sesekali bisa menggunakan metode diskusi atau seminar seperti bedah buku, kajian tematik (taskif) yang melibatkan jamaah. Termasuk penguatan hubungan diluar halaqoh mereka dengan melibatkan pada kegiatan social atau kegiatan keagamaan sebagai bentuk pelatihan bagi kematangan materi dalam aplikasi sehari-hari. Artinya Pembinaan intelektual mereka (bermacam kajian keagamaan) diseimbangkan dengan pembiasaan aktifitas fisik (kegitan olah raga, outbound, jalan-jalan/rihlah, bakti social) dan diasah dengan penguatan ruhiyah ma’nawiyah (pembiasaan muwashofat pekanan seperti tahajud bersama, hapalan al-Qur’an, latihan kultum, tadabur alam, daurah).
Dengan susunan acara mentoring : a). Pembukaan, b). Tadarus Al-Qur’an/hapalan al-Qur’an/hadits, c). Impak majlis d). Kultum/Tausyiah, e). Materi inti, f). Informasi penting, g). Problem solving (Qodhoyah) dan h). Penutup.
D. Materi mentoring :
Bagi para mentor pemula tentu saja masalah materi yang disampaian banyak mengalami hambatan. Kalau tahun 80-an tentu saja materi hanya diadopsi dari murobbinya, tapi kurun waktu sekarang materi-materi tarbiyah sudah dibukukan secara komprehensif lengkap dengan kurikulum untuk memudahkan penyampaian secara sistematis.
Secara garis besar materi tarbiyah harus berkisar antara a) Aqidah b). ibadah c). muamalah dan d). tsaqofah.
Bahkan ada beberapa sekolah yang sudah membuat materi yang disesuaikan dengan kebutuhan pelajar dengan tujuan untuk memudahkan dalam penyesuaian dengan tingkat pemahaman pelajar yang penting esensi kurikulum tetap mengikuti pedoman baku yang sudah ada. Untuk materi mentoring bisa dijadikan referensi antara lain :
a). Materi tarbiyah : Panduan kurikulum bagi da’i dan murobbi yang disusun oleh Ummu Yasmin Media insani, Solo, 2003.
b). Bundelan dari beberapa modul terpisah yang disusun oleh penulis Cahyadi Takariawan seorang aktifis tarbiyah yang terdiri dari dua bundle :
1. Kepribadian Muslim
2. Kepribadian da’i
c). Super mentoring bagi remaja dari ILNA learning.
E. Perangkat kurikulum mentoring.
Secara adminstratif perangkat kurikulum mentoring hampir sama dengan kurikulum formal disekolah dimana didalamnya ada unsur kurikulum yang secara teratur.
a) Mentor (Murabbi)
b) Siswa didik (Mutarobbi).
c) Lembaga (Yayasan, sekolah, , organisasi siswa)
d) Proses (muwashofat, tahapan pembinaan)
e) Model mentoring (presentasi, outbound, simulasi)
f) Bentuk mentoring (halaqoh, Daurah, rihlah, tadabur, muqoyam,)
g) Indikasi keberhasilan
E. Evaluasi mentoring :
a) Mua’ahadah.
b) Tahfidz
c) Muwashofat
F. Strategi Belajar Mengajar.
1. Memulai presentasi mengajar.
Tahapan utama dalam proses mentoring adalah mempersiapkan diri memasuki dunia belajar mengajar dengan berbagai karakteristik siswa didik dengan tantangan dakwah yang bisa mengasah seorang Pembina/mentor untuk menjadi seorang guru (murobbi), psikolog, sekaligus sebagai seorang pemimpin (qiyadah) sehingga menuntut kekuatan belajar dan meningkatkan tsaqofahnya.
Untuk memasuki dunia tarbiyah ini harus ada keterikatan secara emosi dengan siswa didik (mutarobbi) yang bisa mempengaruhi fitrah hatinya dengan berbagai transfer psikologis yang merubah persepsi, keyakinan dan komitmen sehingga bisa menanamkan pola pikir (Fikrah) mereka terhadap sebuah permasalahan hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada diri binaannya. Satu hal yang membedakan dengan kegiatan pendidikan lainnya, kegiatan mentoring ini akan berpengaruh manakala Pembina (murobbi) memiliki ri’ayah ma’nawiyah yang bisa berpengaruh untuk merubah kepribadian, pola fikir dan masuknya pemahaman ketika disampaikan pada binaannya.
Sangat berbeda dengan materi umum hanya bermodalkan teks seorang guru sejarah bisa menjelaskan peristiwa revolusi perancis tanpa perlu guru tersebut pergi ke Perancis, tetapi seorang mentor harus menyampaikan materi yang sebelumnya sudah dipraktikan sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Akan terasa hambar membahas tentang Fiqh pernikahan ternyata mentor (murobbi/murobbiyah) itu sendiri ternyata belum menikah dan akan berpengaruh terhadap persepsi para binaan terhadap dalamnya makna materi yang disampaikan. Akan terasa kaku bila seorang mentor menganjurkan berorganisasi kalau hanya sekedar anjuran tanpa Pembina itu sendiri aktif dalam kegiatan organisasi. ataupun akan terasa lain manakala seorang mentor menganjurkan komitmen terhadap waktu saat dia sendiri sering terlambat.
Bisa dikatakan dalam tahap awal menjadi seorang mentor atau pembina harus lebih menguatkan niat bahwa yang dia pilih sebuah tugas dakwah yang sangat mulia sehingga butuh pengorbanan besar dan terlepas dari motif mencari materi, prestise ataupun karier dalam organisasi diperkokoh dengan kekuatan ruhiyah dan kecerdasan inteletual dalam mematangkan materi.
Bukan suatu yang dengan mudah membutuhkan proses yang cukup lama dan tidak juga bisa ditunda menunggu siap, oleh karena menjadi mentor adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa ditunda yang disesuaikan dengan kemampuan dan proses pentarbiyahan dalam wujud Saling menolong dalam berbuat baik dan takwa (Ta’awanu ‘alal birri wa taqwa), amar ma’ruf nahi munkar dan kewajiban untuk menjaga diri sendiri dan keluarga kita dari dahsyatnya api neraka (Quu anfusakum wa ahlikum narro) ataupun sabda rasul “Baligho anni walauayat” sampaikan sesuatu walaupun satu ayat.
2. Proses panjang pembinaan.
Hasil yang akan dicapai dalam sebuah pembinaan tidak bisa secara matematis terukur, karena proses ini panjang sehingga membutuhkan kesabaran keuletan dan keistiqomahan berbagai pihak antara mentor dan siswa binaan. Biasanya dapat terlihat dari penampilan, kepribadian dan sikap mereka. Ataupun sebaliknya siswa binaan mundur dan berbalik, bisa dikatakan kegiatan mentoring itu seleksi alam untuk memilih pribadi pilihan yang unggul dalam intelektual dan unggul dalam kepribadian. Kelemahan dari system mentoring di sekolah adalah tindak lanjut mereka setelah menyelesaikan sekolah sedikit terputus apabila tidak dilanjutkan kegiatan ini dikampus tempat kuliahnya ataupun mengalihkan kegiatan ini di luar sekolah dengan mentor yang lama.
3. Tunas baru pembinaan.
Ibarat pohon yang ditanam, disiram dan dipupuk sehingga bisa tumbuh, bertunas dan berbunga yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Begitu hasil yang ingin dicapai dari kegiatan mentoring ini bisa menghasilkan seorang pelajar yang paripurna dari segi intelektual, emosi dan spiritualnya yang bisa tentap eksis dalam perkembangan islam dimasa yang akan datang dengan inteletual muda yang agamis yang mampu menciptakan iptek dan sekaligus mendallami islam sebagai sarana berdakswah dan sarana bersosialisasi dimasyarakat.
Dokter yang spesialis dalam profesinya dan agamis dalam kesehariaanya, sehingga etika kedokteran bukan sebagai sebuah beban tapi telah tersibghoh dalam sukmanya sebagai sebauh fikroh yang kokoh yang bisa melawan arus westernisasi. Sehingga pola prilakunya bisa mewarnai sebuah perubahan dan sebuah control yang dahsyat dilingkungan kerjanya dari prilaku penyimpangan yang sulit dihentikan selama arus sekulerisme dan materialisme berkembang di masyarakat..
Tag: Harokkah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar